Mufakat Kanjeng Sinuhun (8): Geledah 2

Mufakat Kanjeng Sinuhun (8): Geledah 2

Sekretaris Bidang Pertanian Ir Marcel yang menemani Wandi. Marcel pun menjawab sepengetahuannya terkait dokumen-dokumen yang ditanyakan Wandi.  Marcel tak mau berasumsi atau menuduh. Ia hanya menjawab yang benar-benar ia ketahui.

Penggeledahaan itu berlangsung sekitar dua jam. Kemudian tim Punggawa Militer membawa berkas yang dianggap bisa menjadi alat bukti penunjang.

*****      

GUNDAH

Khairul gundah. Sudah hampir sebulan namanya sering muncul di berita. Dikaitkan dengan kasus Proyek Perluasan Lahan Pertanian 1.000 hektare itu pula. Selama ini ia hanya diam. Tak merespons pertanyaan-pertanyaan dari Kaum Hermes. Baginya, kini diam adalah emas. Biarlah proses pengusutan yang dilakukan Punggawa Militer itu membuktikan yang sesungguhnya terjadi.

Ia menyadari. Mau tidak mau memang dirinya akan dikait-kaitkan dengan peristiwa tersebut. Karena saat perencanaan dan mulai berjalannya proyek itu di saat ia menjabat sebagai Sesepuh Bidang Pertanian. Pun sudah berkali-kali dipanggil. Dimintai keterangan oleh penyidik Punggawa Militer. Baik di sektor atau di kantor besar.

Sudah sepekan, Khairul tidak masuk kantor. Ia banyak menghabiskan hari-harinya di kebun dan di rumahnya. Jika suntuk di rumah, ia berangkat ke kebun yang berada di wilayah timur Kota Ulin. Sekitar 30 menit perjalanan.

Selain membersihkan rumput, membakar sampah, di kebunnya banyak beraneka buah. Pepaya dan rambutan. Kadang ia membawa pulang sekarung rambutan. Kebetulan lagi musimnya.

Hahhh..Khairul menghela nafas panjang. Keringat bercucuran di dahi dan pelipisnya. Kaus putih polos yang ia pakai sudah terasa basah. Matahari tampak sudah berada di atas kepala. Tak terasa waktu sudah tengah hari. Ia menuju gubuk peristirahatan. Air mineral dalam botol besar langsung ia tenggak. Glek, glek… glek.. ups..isinya tinggal seperempat. 

Sedari pagi Khairul memang sengaja menyibukkan diri di kebunnya itu. Namun, hanya sejenak saja pikirannya teralihkan. Beberapa saat kemudian, teringat lagi pemberitaan-pemberitaan itu. Kemudian teringat lagi ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan penyidik Punggawa Militer yang berkelanjutan. Kendati saat ini statusnya masih menjadi saksi. Namun, perasaannya tidak tenang.

Sesat kemudian Khairul berpikir. Sampai kapan akan menghindar dari dunia? Sampai kapan ia berdiam diri? Citra buruk terhadap dirinya sudah menyebar kemana-mana. Kalau dibiarkan, tentu masyarakat mengangap itu benar. Meski pun Khairul merasa tidak mendapatkan apa-apa dari proyek itu. Tapi siapa yang tahu? Siapa yang akan percaya?

Kemudian ia melirik ponselnya. Yang sedari tadi dibiarkan tergeletak di gubuk itu. Lalu coba ia aktifkan. Karena sedari malam, sengaja smartphone miliknya dimatikan.  

Wow… fantastis. Terdapat puluhan notifikasi panggilan. Dari Kaum Hermes, kolega dan keluarga. Pun tercatat beberapa kali panggilan atas nama Sultan—kepala Pemangku Kota Ulin. Biasanya tak pernah Khairul abaikan.  Tapi kali ini, ia berharap Sultan memahami apa yang tengah dirasakannya.

‘Okelah kalau begitu’—pikirnya. Tiba-tiba saja ia berdiri. Beranjak dari lamunan dan rasa ketakutannya. Ia merasa tidak bisa begini terus. Harus dihadapi. Pikirannya mulai terbuka. Apa yang harus dilakukan? Oh ho.. Kaum Hermes.

Ya, mereka selama ini yang menyebarkan berita. Dan mengait-ngaitkan namanya dalam kasus dugaan penggelembungan dana itu. Yang membuatnya malu dan terpuruk. Ia merasa salah tidak menjawab pertanyaan para pembawa pesan itu.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: