Semangat Membumikan Literasi di House Opera
Semangat membumikan literasi di bumi Kutai Kartanegara tak pernah lekang oleh waktu. Belakangan ini, para pegiat literasi bergerak mengembangkan literasi masyarakat melalui house opera.
***
OLEH: ERWAN RIYADI*
Tersebutlah sebuah kelurahan di negeri antah berantah. Kelurahan JMOE namanya. Ada warung kopi favorit di sini. Manakala ada waktu senggang, aku mampir di warung ini. Mbok Benah pemilik warung. Asli urang Kutai. Gaya ceriwisnya khas Kutai beneh. Lanteh. Bunyi urang sini. hehe. Tapi mbok Benah ini sesungguhnya orang baik. Itulah sebabnya warung kopinya tak pernah sepi. Selalu saja ada pengunjung dan berbagai peristiwa menarik yang terjadi di sini.
Pak lurah yang juga berteman baik denganku, sering pula nongkrong di sini untuk berinteraksi dengan warga. Tak diragukan lagi, temanku ini orang yang sangat baik. Penuh perhatian terhadap permasalahan dan kepentingan warganya. Dia tipikal pemimpin yang suka ngemong dan menolong. Nah, terkadang mungkin saja kebaikannya itu bisa disalahgunakan oleh orang orang di sekitarnya untuk tujuan tertentu. Itulah sebabnya kadang dia bisa terlihat agak naif.
Lalu, ada juga petugas hansip yang biasanya mendampingi Pak Lurah. Menurutku Pak Hansip ini gimana gitu ya. Kadang terlihat pintar. Kadang sebaliknya. Tapi kehadirannya di lokasi memang terlihat bikin rame. Soalnya dia juga sering terlihat lucu dan konyol.
Oh iya, ada seorang lagi yang sering kulihat di warung ini. Aku lupa namanya. Dia biasa main gitar dan bernyanyi. Dia memang seorang pengamen. Kurasa dia cukup cerdas. Karena saat kami terlibat obrolan seru dengan Pak Lurah, kadang dia ikut menyela dengan celetukan yang nyambung.
Lalu, ada pula beberapa figur kompeten yang diundang oleh Pak Lurah untuk memberikan berbagai informasi dan nasihat saat muncul permasalahan dan konflik antar warga. Di sesi inilah biasanya pesan tentang literasi disisipkan. Urusan literasi yang biasanya dipandang rumit dan berat dikemas menjadi ringan dan lebih menarik.
Bagi saya, inilah sebenarnya konten utama dan daya tarik terkuat dari acara ini. Bagaimana membuat isu-isu penting dan relevan di tengah masyarakat yang berkaitan dengan literasi bisa dikemas dengan cara yang lebih ringan dan menghibur. Bagaimana proses edukasi bisa dilakukan dengan lebih menyenangkan agar literasi masyarakat terus meningkat dan berperan secara signifikan untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Itulah beberapa figur sentral di acara KOPI PAHIT. Sebuah program baru bergenre Teater Komedi atau House Opera sebutan resminya. Ini sebuah tayangan daring produksi Jamming Musik Odah Etam (JMOE) dan Gerakan Literasi Kutai (GLK). Saat ini, Kopi Pahit disiarkan secara live melalui JMOE Facebook Fanpage setiap malam Minggu. Jangan lupa nonton yaa.
Sampai malam Minggu kemarin KOPI PAHIT sudah masuk episode ketiga. Nampaknya masih baru dan perlu banyak perbaikan. Dari sisi ide dan konsep, kurasa sudah bagus. Setting panggung dan layout juga oke. Meskipun bisa aja nanti ada perubahan untuk penyegaran. Akting para pemeran utama di atas dan pemeran figuran menurutku juga sudah memadai. Tema yang diangkat juga sejauh ini cukup menarik. Lalu apa yang kurang lagi?
Saat aku nonton ulang di Facebook, voice kedengaran kurang balance. Ada voice yang nyaring dan ada yang kurang. Nampaknya perbedaan properti mik antar pemain menyebabkan ketidakseimbangan itu. Ah.. kurasa ini soal teknis dan kelengkapan properti saja ya. Semoga ke depannya problem ini bisa diatasi.
Lalu untuk kualitas gambar untuk sekelas tayangan live di Facebook, kurasa sudah memadai. Tapi ke depan kurasa kualitas gambar tetap harus diperbaiki. Angle dan stabilitas kamera harus menjadi perhatian untuk ditingkatkan. Dan ini tentu akan kembali pada ketersediaan properti dan SDM yang memadai.
Bagaimana dengan manajemen produksi? Aku senang karena produksi acara ini. Meskipun masih bergaya komunitas, tapi sudah mulai mengarah pada profesionalitas. Ada pembagian tugas yang lebih jelas di sini. Meskipun tentu belumlah seprofesional Production House (PH) kelas kakap.
Pertanyaan besarnya adalah: apakah program ini bisa terus berkelanjutan untuk jangka panjang? Apakah program ini bisa beralih dari geliat komunitas berbasis sosial menjadi kerja profesional berbasis profitabilitas?
Begini kira-kira kemungkinannya. Ide untuk membuat program daring seperti ini lebih karena JMOE versi bawah jembatan dihentikan untuk sementara. Karena ada lanjutan pembangunan fasilitas taman di area ini. Kalau nanti JMOE bisa digelar kembali secara outdoor, maka ada kemungkinan KOPI PAHIT juga akan ikut digelar di sana. Ada kemungkinan program ini akan semakin heboh ketika digelar secara outdoor dengan banyak penonton. Kebayang kan serunya?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: