Pemikiran dan Corak Keislaman Sang Imam

Pemikiran dan Corak Keislaman Sang Imam

Dengan ramah sekali, ia langsung menerima Zuhairi untuk sebuah wawancara yang lumayan lama. Ia menjawab pertanyaan dengan serius perihal perlunya memahami Islam sebagai agama rahmat bagi semua makhluk Tuhan dan tantangan ekstremisme yang dihadapi umat Islam saat ini.

“Umat Islam harus bersaudara. Apa pun mazhab yang dianutnya. Menjadi Sunni atau Syiah bukan sebuah kekeliruan. Keduanya harus bersaudara, saling menguatkan, dan mewujudkan persaudaraan,” ujar Ath-Thayyeb.

Dalam sebuah pertemuan dengan PBNU di Jakarta, Zuhairi berkesempatan menghadiri dialog terbuka dengan Ath-Thayyeb, yang dipimpin langsung oleh Said Aqil. Begitu pula saat menyampaikan pidato pembuka di Istana Kebun Raya Bogor, Zuhairi juga beruntung bisa mendengarkan langsung pesan-pesan Ath-Thayyeb.

Menurut Zuhairi, yang menarik dari Ath-Thayyeb bukan pada orasinya yang heroik dan berkobar-kobar. Tapi kesejukan dan keteduhan tutur katanya. Ia istiqamah menegaskan pentingnya moderasi Islam. Ia mengingatkan umat Islam agar selalu berada dalam jalur moderasi Islam.

Ath-Thayyeb menyebut, moderasi pada hakikatnya adalah jalan tengah, keadilan, dan keramahtamahan. Moderasi menjadi unsur distingtif bagi umat Islam. Karena Nabi Muhammad SAW diutus Tuhan hanya untuk menebarkan rahmat bagi seluruh makhluk-Nya. Islam harus membawa kemaslahatan bagi sesama manusia.

Pada ranah ini, problem moderasi Islam menurut Ath-Thayyeb bukan pada tataran konsepsinya. Melainkan pada tataran praksisnya. Di tengah pembajakan terhadap Islam yang dilakukan oleh kelompok ekstremis, maka diperlukan sebuah upaya sungguh-sungguh untuk membumikan Islam moderat. Di sinilah Ath-Thayyeb menjadi pionir bagi terobosan membumikan moderasi Islam.

Di tengah gelombang politisasi agama yang sangat kuat pasca-Musim Semi, Ath-Thayyeb terus menunjukkan posisinya sebagai lokomotif moderasi Islam. Al-Azhar menjadi gerakan masyarakat sipil yang mempersatukan berbagai kelompok di dalam umat Islam. Termasuk mempersatukan antara muslim dan non-muslim dalam konteks kebangsaan. Salah satu ungkapan Ath-Thayyeb yang sangat populer di Mesir adalah, “Persatuan antara umat Islam dan Kristen Koptik merupakan sebuah keniscayaan.”

Menurut Ath-Thayyeb, persatuan dan persaudaraan sesama umat Islam sangat penting. Hal tersebut menjadi salah satu ciri utama dari moderasi Islam. Apapun mazhab, model, dan corak pemikiran yang dianut oleh umat Islam, sejatinya mengedepankan persatuan. Bukan konflik dan perseteruan.

Salah satu ungkapan Imam Besar al-Azhar yang sangat populer di tengah-tengah umat Islam, di antaranya Sunni dan Syiah ibarat 2 sayap yang harus berjalan beriringan. Tidak boleh ada yang patah di antara salah satu sayap tersebut. Keduanya harus hidup dalam harmoni dan toleransi, serta menjunjung tinggi persatuan.

Dalam rangka menjaga persatuan di antara sesama muslim, maka umat Islam harus meninggalkan dan menanggalkan jauh-jauh klaim atau monopoli kebenaran dengan dalih mengkafirkan pihak lain yang berbeda. Karenanya, masalah serius yang dihadapi umat Islam saat ini adalah maraknya paham takfir. Paham ini menganggap hanya dirinya yang benar. Sedang orang lain sepenuhnya salah. Paham takfir ini menjadi masalah serius. Bahkan benalu umat Islam.

Zuhairi mengajak umat Islam kembali ke fondasi yang diletakkan oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Khusunya Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Ia sepenuhnya melarang pengkafiran pada sesama muslim sejauh menghadap kiblat. Seorang muslim tidak berhak menghukumi keimanan orang lain. Setiap muslim dilindungi oleh Allah SWT dan utusan-Nya.

Dalam konteks tersebut, al-Azhar sebagai benteng moderasi Islam selalu berada di garda terdepan untuk mengukuhkan moderasi Islam dengan memberikan pemahaman yang moderat terhadap Alquran dan hadis. Sejak dini para pelajar Al-Azhar dibekali dengan budaya dialog, keniscayaan perbedaan, dan pentingnya menghormati pendapat orang lain.

Karenanya, menurut Ath-Thayyeb, siapa pun yang lulus dari rahim pendidikan Al-Azhar tidak mungkin menjadi takfiri. Lulusan al-Azhar tidak mungkin mengkafirkan pihak lain. Karena perbedaan mazhab dan pandangan keagamaan.

Ath-Thayyeb juga menyerukan kepada umat Islam untuk senantiasa mencari titik-temu dan memaklumi adanya perbedaan sebagai bagian dari takdir Tuhan pada setiap makhluk-Nya. Titik-temu merupakan ijtihad yang mutlak dilakukan umat Islam. Agar moderasi Islam menjadi ruh yang menjadikan umat Islam dapat membangun persaudaraan dan persatuan. (mi/dtk/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: