Selamat Datang Kotak Kosong
Hingga malam ini (kemarin,red) terdapat 28 daerah yang berpotensi menggelar Pilkada dengan calon tunggal. Angka ini meningkat tajam jika dibandingkan tahun 2015 (3 calon), 2017 (9 calon), dan 2018 (16 calon).
Apa yang salah? Ada banyak variabel yang memengaruhi. Tapi tetap saja aksi borong dukungan partai (oleh kepentingan oligarki) yang menempati ranking teratas.
Tentu saja kelompok oligarki ini tidak bekerja sendiri, mereka ditopang oleh sikap permisif dari partai politik. Base on case, bahkan partai pemenang pemilu sekalipun "tak kuasa" menyalonkan kader sendiri. Mereka tidak percaya diri.
Gagalnya kaderisasi, minimnya pendidikan politik, kontrol minoritas terhadap mayoritas atas sumber daya politik dan ekonomi (baca : oligarki), dan iklim dalam tubuh partai yang tidak demokratis, adalah persoalan akut partai politik kita hingga saat ini. Di luar itu, aturan ambang batas juga patut kita gugat.
Syarat 20 persen jumlah kursi atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah, jelas membuka ruang dominasi yang tidak sehat serta menghambat proses seleksi calon secara kompetitif.
Belum soal sulitnya persyaratan calon perseorangan. Kendatipun jalur perseorangan secara tidak langsung menegasikan fungsi partai politik sebagai kanal utama pembangunan kesadaran politik, tapi makin banyak calon (jamak) tentu jauh lebih baik dibanding tunggal.
Selamat datang "kolom (kotak) kosong". Kalau calon boneka tidak menghalangi di masa perpanjangan pendaftaran nanti, "Anda" akan resmi jadi penantang serius di Pilkada ini. (krv/yos)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: