Penyelesaian Kasus Membutuhkan Mediator
OLEH: ACHMAD FITRIADY*
Mediator dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan untuk mengurangi penumpukan perkara di pengadilan sangat diperlukan. Di mana proses mediasi juga memberikan kepastian dalam penyelesaian sengketa perdata lebih cepat. Sebagaiman diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 pada Pasal 24 ayat (3) dan (4). Mediasi berlangsung maksimal 30 hari. Terhitung sejak tanggal terbitnya penetapan mediator. Jangka waktu itu dapat diperpanjang maksimal 30 hari. Terhitung sejak berakhirnya jangka waktu tersebut.
Sebagai bentuk restorasi of justice, meditor non-hakim adalah salah satu solusi untuk mengurangi penumpukan perkaran perdata di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Di mana hakim mewajibkan upaya penyelesaian sengketa perdata melalui proses mediasi. Hakim juga menjelasakan prosedur mediasi dan mewajibkana para pihak untuk menentukan mediator pilihan para tergugat dan penggugat. Semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi. Kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung.
Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi meliputi: sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga: sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, permohonan pembatalan putusan arbitrase, keberatan atas putusan Komisi Informasi, penyelesaian perselisihan partai politik, sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana, dan sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Proses mediasi di Pengadilan Agama seperti perceraian dan waris diatur dalam peradilan agama. Proses mediasi membutuhkan tenaga profesional mediator. Tenaga profesional mediator harus memiliki kecakapan dan kemampuan memetakan konflik, mampu bernegosiasi, berkomunikasi serta mampu menyusun nota perdamaian.
Kecakapan itu diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.
Fungsi mediator adalah katalisator, pendidik, penerjemeah, narasumber, penyandang berita jelek, agen realitas dan sebagai kambing hitam. Sementara tiplogi mediator yaitu social network mediator (mediator jaringan sosial), authoritative mediator (mediator otoritatif) dan independent mediator (mediator mandiri).
Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai kabupaten yang dicanangkan sebagai salah satu bagian calon ibu kota negara baru sudah harus menyediakan mediator-mediator muda yang cakap dalam meneyelesaikan sengketa. Apalagi sebagai kabupaten yang sedang berkembang. Ke depan akan banyak sekali kasus-kasus perdata di Pngadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. Terlebih setelah Penagdilan Negeri Kabupaten Penajam Paser Utara beroperasi pada akhir Oktober 2018 sebagai bentuk restorasi of justice. (*Ahli hukum di Kabupaten Penajam Paser Utara)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: