Wariskan Reuni
Suatu saat Suwadji memanggil Helen itu. “Helen, kamu harus menjadi ketua alumnus SMA-mu,” ujar Suwadji. Helen tidak mau. Bisa dikira ambisius dan ingin mejeng.
Suwadji ternyata punya maksud khusus. Yakni agar Helen bisa membuat perubahan. Suwadji ternyata risau melihat banyaknya acara reuni yang tidak bermanfaat.
“Reuni kok untuk senang-senang bertemu teman seangkatan,” kata kakak sulung itu, seperti dikenang Helen.
Menurut Suwadji reuni itu harus untuk berterima kasih kepada para guru. Tanpa guru mereka tidak akan jadi orang seperti saat reuni itu.
Suwadji sendiri memberi contoh. Ia adalah alumni sekolah Xinzhong. Itulah sekolah Tionghoa zaman dulu. Sebelum yang seperti itu dilarang di zaman Orde Baru. Xinzhong sangat terkenal di Surabaya.
Ia pun mengadakan reuni. Tidak kepalang tanggung: reuni alumnus Xinzhong seluruh dunia.
Itu karena alumnus Xinzhong sudah menyebar ke lima benua. Terutama karena sekolah itu dilarang. Karena itu acara reuni tersebut dilakukan di Beijing.
Di acara itu seluruh guru yang masih hidup diundang. Dibiayai. Guru yang sudah meninggal pun dicari: apakah istri mereka masih hidup. Agar para janda guru itu bisa menerima tanda penghargaan.
Bahkan teman-teman yang miskin juga dibiayai, agar bisa datang. Di reuni itulah mereka memberikan segala macam penghargaan kepada guru mereka.
Suwadji mengajak Helen ke Beijing. Padahal Helen adalah alumnus SMA St. Louis Surabaya. Tujuannya agar Helen melihat sendiri: begitulah seharusnya bereuni. Fokusnya adalah guru mereka. Bukan teman-teman seangkatan.
Pulang dari Beijing Helen langsung merencanakan reuni St. Louis angkatan tahun 1983. Fokusnya juga guru.
Saya masih ingat acara itu. Saya diundang untuk ikut memberikan penghargaan pada para guru. Saya menyentuh banyak amplop tebal di balik penghargaan itu.
Langkah Helen itu akhirnya diikuti angkatan setelahnya. Yakni angkatan 1984. Harry Tanoesoedibjo, bos besar MNC, menjadi ketua panitianya.
Saya lega sempat melayat Suwadji di Adi Jasa, tempat persemayaman jenazahnya itu. Sambil melayat jenazah teman pengusaha lainnya yang juga meninggal dunia. (DI’s Way edisi 28 Agustus 2020; Historisma).
Sudah lama saya tidak bertemu Suwadji. Pertemuan terakhir dengan Suwadji adalah tahun lalu. Yakni di acara tahun baru Imlek. Di Shangrila Hotel. Yang juga dihadiri Duta Besar Tiongkok dari Jakarta.
Saya sempat mendengar ia akan mengajak saya pergi ke Xi’an, ibu kota Tiongkok 5.000 tahun yang lalu. Ia memang ketua perhimpunan pengusaha Xi’an-Indonesia.
Saya juga tahu ia punya hobi yang tidak lazim di kalangan pengusaha: membaca buku. Terutama buku sejarah kuno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: