Namun, Fauzi mengakui bahwa pengelolaan bank sampah masih menghadapi berbagai keterbatasan, terutama pada sarana dan prasarana yang belum memadai untuk menjangkau seluruh warga.
“Kendala kami pasti di sarana prasarana, karena saat ini peralatan yang kami miliki masih sangat terbatas,” ungkapnya.
Meski demikian, antusiasme warga terus meningkat, dengan jumlah nasabah bank sampah yang bertambah setiap bulan seiring meningkatnya kesadaran akan manfaat lingkungan dan ekonomi.
“Saat ini sudah sekitar 40 kepala keluarga yang aktif menjadi nasabah, dengan iuran rutin sebulan 20 ribu, dan mereka rutin menyetorkan sampah untuk ditabung,” ujarnya.
BACA JUGA: Sampah Jadi Cuan, Bank Sampah Mandiri Tenggarong Seberang Ubah Limbah Jadi Paving Block
Fauzi menargetkan ke depan jumlah tersebut dapat meningkat hingga 200 kepala keluarga, sehingga dampak pengurangan sampah yang masuk ke TPA Bekotok bisa semakin signifikan.
“Kalau makin banyak yang ikut, dampaknya ke lingkungan dan ekonomi warga juga makin terasa,” katanya.
Kepala DLHK Kukar, Slamet Hadiraharjo menegaskan, bahwa pengelolaan sampah berbasis masyarakat menjadi strategi penting untuk menekan beban TPA yang kini berada dalam kondisi overload.
“Pengelolaan sampah di tingkat RT akan memudahkan pemilahan dari sumbernya, sehingga yang masuk ke TPA hanya residu,” ujar Slamet.
BACA JUGA: Proyek Jembatan di Tenggarong Masuk Tahap Penyempurnaan, Taman Juga Rampung Akhir Tahun Ini
Ia menambahkan, bahwa selain mendorong bank sampah di desa dan sekolah, pihaknya juga tengah mengkaji perluasan atau pencarian lokasi TPA baru sebagai solusi jangka panjang.
“TPA Bekotok sudah memasuki masa kritis, sehingga selain upaya pengurangan sampah, kita juga harus menyiapkan opsi pengelolaan ke depan agar tidak terjadi krisis sampah,” pungkasnya.