Kericuhan Massa: Analogi Kapal Induk dan Memimpin dengan Buku

Rabu 03-09-2025,09:00 WIB
Oleh: Hariadi

Kemudian munculah ini: Kenaikan tunjangan anggota DPR dan cuplikan joget-joget wakil rakyat itu berseliweran di media sosial. Warga protes. 

Bukan masalah angka, tapi empati. 

Itu pun tidak direspons baik, malah dijawab dengan kepongahan. Maka terjadilah...

KAPAL INDUK

Sebetulnya saya banyak setuju dengan program Presiden Prabowo. Seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Koperasi Desa Merah Putih. 

Tapi pendekatannya yang berbeda. Saya cenderung pendekatan partisipatif ketimbang instruktif atau terpusat begitu. 

MBG bisa jadi membantu kebutuhan gizi anak-anak dan remaja bangsa. Pun mungkin akan terjadi multiplier efek yang menggerakan perekonomian lokal. 

Tapi, apakah perlu menyedot anggaran jumbo secara ekstrem dan memangkas kebutuhan lainnya? 

BACA JUGA: Perintah Mendagri untuk Pejabat di Daerah: Dilarang Flexing, Dilarang ke Luar Negeri

Padahal bisa saja progam MBG itu dilakukan bertahap dan jangka panjang. Tidak sekadar mengejar target dan angka-angka yang nanti memunculkan gejolak baru. 

Saya cenderung lebih sependapat kalau MBG melibatkan pemerintah daerah dan stakeholder lainnya. 

Toh, pemerintah daerah lebih tahu kondisinya. 

Libatkan juga para pelaku-pelaku usaha dan komunitas setempat, program CSR perusahaan. 

Sebagai contoh di Samarinda, setiap Jumat sudah ada beberapa masjid yang melakukan pemberian makan gratis. Biayanya sumbangan warga. 

Ada pula warga yang berinisiatif sendiri membuat dapur umum di Jl Suryanata, Samarinda. 

Seorang ibu rumah tangga, sudah bertahun-tahun membuatkan makan siang gratis bagi warga yang melintas di hari Jumat. Ia masak sendiri. Dibantu tetangganya. 

Si ibu itu juga kadang menerima donasi. Meskipun memang tidak fokus kepada pelajar sekolah.  

Kategori :