Ironi Masyarakat Miskin di Kutim, Rokok Lebih Penting Daripada Beras

Selasa 19-08-2025,14:49 WIB
Reporter : Sakiya Yusri
Editor : Eko Mukhlis Huda

KUTIM, NOMORSATUKALTIM - Di tengah tekanan ekonomi dan naiknya harga bahan pokok, rokok justru menjadi pengeluaran terbesar bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kutim.

Fakta ini terungkap dalam laporan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024, yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kutim.

Ketua Tim Statistik BPS Kutim Hendro Budiyono, melalui stafnya Fatma Nur Aini menjelaskan lebih detail.

Dia menyebut, masyarakat Kutim yang tergolong dalam kelompok 40 persen pengeluaran terbawah mengalokasikan hingga 8,40 persen dari total belanja bulanannya untuk rokok dan tembakau.

BACA JUGA:Wabup Kutim Jamin Revisi Perda Pajak dan Retribusi Daerah untuk Meringankan, Bukan Membebani Rakyat

“Kalau dihitung, rokok sebungkus Rp 20 ribu per hari. Dalam seminggu sudah Rp 140 ribu hanya untuk rokok, sementara untuk membeli beras justru lebih sedikit,” terang Fatma, Selasa 19 Agustus 2025.

BACA JUGA:Kurangi Ketergantungan dari Luar, Pemkab Kutim Pacu Produksi Padi, Targetkan Tiga Kali Panen Setahun

Data BPS menunjukkan rata-rata pengeluaran untuk rokok di kelompok masyarakat ini mencapai Rp 103.749 per kapita per bulan.

Angka itu lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk beras yang hanya Rp100.343. Padahal, beras merupakan kebutuhan pokok utama.

Lebih jauh, pola konsumsi rokok di Kutim juga terbilang tinggi. Rata-rata penduduk usia 15 tahun ke atas di Kutim mengisap 126,8 batang rokok per minggu. Atau hampir 18 batang per hari.

Adapun kelompok dengan pengeluaran menengah mencatat mengonsumsi rokok paling tinggi. Yakni 135,1 batang per minggu.

BACA JUGA:Bendera Merah Putih Hampir Gagal Berkibar di Kutim, Pelatih Paskibraka Ungkap Penyebabnya

Disusul kelompok menengah atas dengan 132,8 batang, dan kelompok terbawah 114 batang per minggu.

“Kalau dilihat dari latar belakang pendidikan, masyarakat dengan pendidikan SD ke bawah malah lebih banyak merokok dibandingkan mereka yang tamat SMP ke atas,” tambah Fatma.

Berdasarkan Susenas, perokok dengan pendidikan terakhir SD ke bawah mencapai 32,15 persen. Sedangkan pada kelompok dengan pendidikan SMP ke atas hanya 28,09 persen.

Kategori :