Tentu saya merasakah bagaimana sedihnya sang Ayah saat ini. Orang yang dibanggakan dan sebagai penerus bisnis dan legacy keluarga harus berpulang lebih dulu. Di usia muda, 42 tahun.
Akhirnya saya ketemu Yaser Arafat sekitar tahun 2018-an. Ketika itu mulai belajar golf. Yaser sudah belajar duluan dan aktif di Golf Club.
Dalam beberapa turnamen golf internal, Yaser sering menertawakan saya. Karena pada turnamen pertama itu, saya masuk kategori pukulan terbanyak. Tidak berprestasi sama sekali. Saya dikasih hadiah ayam hidup. Kemudian ikut turnamen lagi. Kedua kali. Pukulan terbanyak lagi. Hadiahnya ini yang bikin ngakak; Obat Kuat..hehehe...
Jadi, setiap ketemu almarhum selalu menyapa dengan ketawa. "Bagaimana saudara, dapat obat kuat.." sapa almarhum.
Dari situ saya bertekad, cukup dua turnamen saja pukulan terbanyak. Selanjutnya, tidak lagi. Jangan sampai dapat obat kuat lagi.
Pertemuan-pertemuan pun itu berlanjut hingga kerap ngopi bareng. Salah satunya di kafe-nya milik H Bambang di Inpres 1, Balikpapan; Bams Kafe. Sampai tengah malam pula.
Dari situ saya tahu, bahwa selain sebagai pengusaha, Yaser Arafat juga paham perkembangan ekonomi makro. Sangat pas dengan posisinya saat itu sebagai Ketua Kadin Balikpapan.
Bicara soal agama, jangan ditanya. Yaser santri dan lulusan timur tengah. Banyak teman sejawatnya memanggilnya dengan sapaan "ustaz".
Pemahaman Yaser soal agama di atas rata-rata. Penyematan kata "ustaz" pas sekali. Bahkan ia pernah bercerita aktivitasnya sebagai ceramah dan mengisi khutbah Jumat.
Satu lagi kata-kata bijak yang sering disampaikan Yaser Arafat ketika ngobrol itu. "Ingat bradeerr, keringatmu tidak akan membohongi hasil". Usahamu akan sejalan dengan hasilnya. Cepat atau lambat. Kira-kira begitu.
Yaser adalah penganut teori Tabur Tuai. Apa yang ditabur, itu yang akan dipanen. Semoga, kebaikan yang telah ditabur Bradeerr Yaser akan melancarkan jalannya. Ibadahnya diterima.
Saat mendapat kabar meninggalnya Yaser, Rabu pagi, saya langsung chat H Bambang Prasetyo. Karena saya pikir H Bambang di luar keluarga yang dekat dengan almarhum. Tapi dijawab singkat sekali.
Kamis sore hari ini, Pakde Bambang menghubungi saya. Dia berkali-kali menangis di ujung telepon itu. Ia bercerita, menemani Yaser hingga nafas terakhir. Lewat tengah malam menjelang Rabu dinihari. Ia mengaku sudah banyak dihubungi orang yang menanyakan soal Yaser Arafat.
"Sebetulnya saya sudah tidak bisa berkata-kata, tapi karena Om Devi akrab juga dengan Yaser, jadi saya berani cerita," kata Bambang. "Setiap dengar namanya, saya enggak tahan," katanya. Menangis lagi.
Sebenarnya Yaser Arafat sudah merasakan sakit sekitar 1,5 tahun lalu. Tapi mulai parah sekitar 6 bulan lalu.
Ia bolak-balik berobat ke Singapura dan Penang, Malaysia. Tapi, Bambang bercerita, 3 bulan lalu diamanahi Yaser untuk tidak menceritakan penyakitnya kepada siapa pun. Jadi, saya pun tidak akan menuliskannya.