JAKARTA, NOMORSATUKALTIM – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025 memicu kekhawatiran masyarakat, terutama terkait sistem pembayaran elektronik seperti QRIS.
Menanggapi hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan klarifikasi bahwa dampak kenaikan PPN ini tidak secara langsung membebani konsumen.
Menurutnya, PPN ditanggung oleh pedagang melalui biaya Merchant Discount Rate (MDR).
“Apa ada jaminan? DJP gak bisa jamin,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dalam Media Briefing yang digelar di Jakarta Selatan, Senin (23/12/2024).
BACA JUGA: Elit Tuding Menuding Soal Kenaikan PPN, Pengamat Ingatkan Prioritaskan Dampak Ekonomi
BACA JUGA: Kemenkeu Pastikan Kenaikan PPN 12 Persen Tidak Berdampak Signifikan pada Ekonomi Nasional
Dwi menjelaskan bahwa biaya MDR yang dikenakan kepada pedagang menjadi dasar pengenaan PPN.
Oleh karena itu, kenaikan tarif PPN tidak langsung memengaruhi harga barang atau jasa yang dibeli konsumen.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa DJP tidak dapat memberikan jaminan bahwa harga barang tidak akan naik akibat perubahan tarif pajak ini.
Bukan Kebijakan Baru
Terkait layanan streaming seperti Netflix, YouTube Premium, dan Spotify, Dwi menegaskan bahwa pengenaan PPN bukanlah kebijakan baru.
BACA JUGA: Gerindra Lontarkan Komentar Menohok kepada PDIP soal PPN 12 Persen
BACA JUGA: Ekonom Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Dorong Inflasi
Layanan ini sudah menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE) sebagaimana diatur dalam PMK 60/PMK.03/2022.
“Yang dibayar masyarakat selama ini itu sudah ada pajaknya. Jadi, bukan pajak baru intinya,” kata Dwi.
Menurut Dwi, dasar pengenaan pajak pada sistem pembayaran elektronik tidak mencakup nilai transaksi jual beli, saldo (balance), atau pengisian uang elektronik (top up), melainkan jasa layanan penggunaan uang elektronik tersebut.