Keterangan Lengkap Saksi Ahli: Kasus Mutasi 'AFF Sembiring vs Akmal Malik’

Kamis 12-09-2024,09:03 WIB
Reporter : Salsabila
Editor : Hariadi

Memahami Tafsir “Waktu Mutasi”

Apakah ada aturan mengenai waktu minimal yang dibutuhkan untuk melakukan mutasi? Tentu minimal waktu tidak dilihat semata-mata secara normatif. Tetapi harus dipandang sebagai masa waktu yang untuk melakukan penilaian kinerja terhadap pegawai.

Dalam ketentuan Pasal 190 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang menyatakan bahwa, “Mutasi dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun”. 

Hal ini dipertegas dalam hal mutasi JPT, sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 132 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, yang menyebutkan bahwa proses mutasi JPT dapat dilakukan dengan syarat, “telah menduduki Jabatan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun”.

Hal yang sama juga ditegaskan dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) Peraturan BKN Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi, yang mengatakan bahwa, “Mutasi dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun”. Dan ketentuan waktu minimal untuk melakukan mutasi ini, memiliki daya ikat sebab merupakan pengaturan yang bersifat “delegatif”, dalam arti diperintahkan peraturan yang lebih tinggi untuk diatur lebih lanjut sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Pertanyaannya, mengapa mutasi dilakukan minimimal setelah 2 tahun? Apa ratio legis dalam norma tersebut? Untuk memahami makna dari frase “paling singkat 2 tahun” ini, maka perlu penafsiran hukum agar diperoleh makna yang sesungguhnya (original intent) dalam norma tersebut.

Penafsiran hukum memerlukan metode yang tepat. Menurut Sudikno Mertokusumo, metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna sesungguhnya dari suatu undang-undang. 

Menurut Fitzgerald, secara garis besar interpretasi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu interpretasi harfiah dan interpretasi fungsional. Interpretasi harfiah merupakan interpretasi yang semata-mata menggunakan kalimat-kalimat dari peraturan sebagai pegangannya. Dengan kata lain, interpretasi harfiah merupakan interpretasi yang tidak keluar dari litera legis.

Sedangkan interpretasi fungsional bisa disebut sebagai interpretasi bebas yang tidak mengikatkan diri sepenuhnya kepada kalimat dan kata-kata peraturan (litera legis), melainkan mencoba untuk memahami maksud sebenarnya dari suatu peraturan dengan menggunakan berbagai sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan yang lebih memuaskan.

Sudikno Mertokusumo mengidentifikasikan setidaknya 8 (delapan) metode penafsiran yang lazim digunakan, yakni: (1) Interpretasi gramatikal; (2) Interpretasi sistematis atau logis; (3) Interpretasi historis; (4) Interpretasi teleologis atau sosiologis; (5) Interpretasi komparatif; (6) Interpretasi antisipatif atau futuristis; (7) Interpretasi Restriktif; dan (8) Interpretasi Ekstensif.

Di samping metode penafsiran hukum itu, dalam kepustakaan hukum konstitusi dikenal juga metode penafsiran konstitusi (constitutional interpretation method). Philip Bobbitt mengidentifikasikan 6 (enam) macam metode penafsiran konstitusi (constitutional interpretation), yaitu : (1) Historial argument atau penafsiran historis; (2) Textual argument atau penafsiran tekstual; (3) Doctrinal argument atau penafsiran doktrinal; (4) Prudential argument atau penafsiran prudensial; (5) Structural argument atau penafsiran struktural; dan (6) Ethical argumet atau penafsiran etikal.

Lantas metode penafsiran mana yang harus digunakan untuk memahahami frase “paling singkat 2 tahun” itu? Pertama, Interpretasi gramatikal. Intrepresi ini dilakukan berdasarkan tata bahasa yang dilakukan terhadap kata-kata dan kalimat yang tersusun di dalam bunyi dan isi peraturan perundang-undangan. Secara gramatikal frase “paling singkat 2 tahun” dapat dimaknai jika proses mutasi itu dapat dilakukan hanya dan hanya jika masa waktu 2 tahun itu tepenuhi terlebih dahulu.

Sebaliknya, jika mutasi dilakukan sebelum mencapai waktu minimal 2 tahun, maka hal tersebut adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma yang telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Kedua, Interpretasi sistematis atau logis. Dalam konstruksi model penafsiran ini, kita bertumpu pada nalar dan logika.

Artinya, norma itu harus dibaca secara sistematis dan logis. Pertanyaanya adalah. Kenapa harus menggunakan frase paling singkat 2 tahun? Sederhananya, waktu paling singkat 2 tahun adalah waktu yang cukup untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja seorang pegawai ASN. Dalam batas penalaran yang wajar, 2 tahun inilah waktu yang dapat digunakan untuk menilai bagus tidaknya kinerja seseorang. Cukup untuk menganalisis seperti apa kinerja yang telah dilakukan oleh ASN.

Dengan demikian, objektivitas dalam penilaian dapat dilakukan oleh pimpinan atau atasan yang bersangkutan. 

Sebaliknya, jika atasan mengambil kesimpulan terhadap kinerja bawahannya kurang dari 2 tahun, maka penilaian sudah bisa dipastikan tidak komprehensif dan cenderung mengedepankan subjektiftas. Selain itu, ratio legis dalam frase “paling singkat 2 tahun” ini juga hendak memberikan jaminan dan perlindungan, khususnya kepada para pejabat pimpinan tinggi, dari kepentingan politik praktis. Sebab mereka rentan dipolitisasi oleh para pimpinannya masing-masing, sehinggi aspek politiknya jauh lebih kental dibanding tata kelola kinerja dan kepegawaiannya.

Kategori :