BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Kabar serangan siber yang menargetkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) belum reda, kini muncul lagi berita mengejutkan.
Data milik Indonesia Automatic Finger Identification System (INAFIS) Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) dikabarkan dijual oleh hacker di dark web.
Pemerintah melalui Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen TNI Hinsa Siburian, segera memberikan klarifikasi terkait isu ini.
BACA JUGA: Revisi Amdal Terowongan Dikritik, Andi Harun Sebut Tidak Penting Dipersoalkan
Letjen TNI Hinsa Siburian menjelaskan bahwa data INAFIS yang dikabarkan dijual adalah data lama yang tidak terbarui.
"Ini sudah kami konfirmasi dengan kepolisian, bahwa itu adalah data-data lama mereka yang diperjualbelikan di dark web itu," ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (25/6/2024).
Hinsa menambahkan bahwa pihaknya masih berkoordinasi dengan POLRI untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai dugaan kebocoran data ini.
BACA JUGA: Antisipasi Judi Online di Kalangan Polisi, Polresta Balikpapan Sidak Ponsel Anggota
Meskipun demikian, Hinsa memastikan bahwa sistem POLRI saat ini beroperasi dengan baik dan tidak mengalami gangguan signifikan.
Hinsa juga memastikan bahwa dugaan kebocoran data INAFIS tidak terkait dengan serangan siber yang menimpa PDNS.
"Kami yakinkan bahwa sistem mereka berjalan dengan baik," tegasnya. Hal ini menegaskan bahwa meskipun ada beberapa insiden keamanan data yang terjadi, masing-masing kasus adalah independen dan tidak saling terkait.
Informasi mengenai dugaan kebocoran data INAFIS pertama kali mencuat di platform media sosial X. Akun @FalconFeedsio melaporkan bahwa data INAFIS dijual oleh seorang peretas bernama MoonzHaxor di situs dark web BreachForums.
BACA JUGA: Tuntaskan Banjir, Pemkot Samarinda Bebaskan Lahan di Sepanjang Jalan Ruhui Rahayu-Gelatik
Peretasan ini diklaim mengandung data-data sensitif seperti gambar sidik jari, alamat email, dan aplikasi SpringBoot dengan beberapa konfigurasi. Data tersebut dijual seharga 1000 dolar AS (sekitar Rp16,3 juta).
Selain INAFIS, @FalconFeedsio juga melaporkan bahwa peretas yang sama turut menjual data dari BAIS. Ini merupakan dugaan peretasan kedua yang dialami oleh BAIS setelah kejadian serupa pada tahun 2021, di mana peretasan dilakukan oleh kelompok peretas dari China.