NOMORSATUKALTIM – Carut marut proyek DAS Ampal menarik daya kritis mahasiswa Balikpapan. Sekretaris Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, PMII Balikpapan, Firdaus, menyesalkan banyaknya keluhan masyarakat terhadap kinerja kontraktor PT Fahreza dan amburadulnya proyek DAS Ampal, hanya menjadi keluhan yang selalu diabaikan.
Padahal, lanjut Firdaus, DPRD Balikpapan telah mendapat banyak temuan janggal di lapangan. Para anggota Dewan juga sempat berencana membentuk Pansus tapi sampai saat ini tidak jelas. “Bahkan sejak Desember 2022, sudah merekomendasikan putus kontrak. Kenapa saat rekomendasi mereka diabaikan, kok diam saja. Ini sama saja DPRD sudah bertekuk lutut di bawah Pemkot dan PT Fahreza. Wibawa DPRD Balikpapan hilang di depan kontraktor,” sorot aktivis mahasiswa Balikpapan, ini. Ia juga mempertanyakan kinerja Parlemen. “Kerja DPRD Balikpapan apa. Kalau hanya sidak, lalu tidak ada tindak lanjut, netizen juga bisa begitu. Mereka punya hak istimewa kenapa tidak digunakan. Karena itu, kami mendesak Pimpinan DPRD segera membentuk Pansus DAS Ampal. Apalagi PT Fahreza telah dilaporkan ke KPK dan Polda, itu artinya ada yang idak beres atas proyek ini tapi kenapa DPRD diam saja,” tegas Sekretaris PMII Balikpapan, melalui keterangan persnya, Kamis (5/10/2023). Untuk itu, pihaknya berencana menggerakan aktivis mahasiswa lain di Balikpapan untuk menyuarakan desakan ini. PMII Balikpapan bakal menggelar aksi unjuk rasa damai mendesak DPRD segera mengambil langkah taktis yang diharapkan masyarakat. Menurut Firdaus, pihaknya juga memiliki sejumlah data terkait dokumen perjanjian kontrak proyek DAS Ampal. Dari hasil kajian PMII Balikpapan, lanjutnya, banyak hal janggal yang ditemui. Di antaranya, kontraktor PT Fahreza yang belum menuntaskan satu titik kemudian beralih ke titik lain. Teranyar, pembongkaran di sekitar Inhutani. “Bukankah hal itu tidak direkomendasikan Dinas PU dan Pengawas MK Yoda Karya, tapi dilanggar kontraktor PT Fahreza. Sedangkan DPRD Balikpapan hanya diam saja, kenapa?” tanyanya. Ia memprediksi PT Fahreza hanya mengejar waktu untuk pencairan tanpa mempedulikan aturan. Sesuai data RAB Pengadaan dalam dokumen perjanjian kontrak proyek DAS Ampal, menurutnya, kontraktor sengaja mengejar pembongkaran untuk mendatangkan material on site (MoS). “Sebab nanti ini bisa ditagih 70 persen dari total harga material yang didatangkan di lapangan. Meski tidak dikerjakan,” ujarnya. Firdaus menjelaskan, dalam dokumen disebut nilai pengadaan L-shape di lapangan Rp 18 miliar untuk Inhutani. Volumenya berjumlah sekitar 1.125 buah. Selain itu, pengadaan Slabe nilainya Rp 12,4 miliar. Untuk penutup drainase. “Totalnya Rp 30 miliar. Maka 70 persen bisa ditagih atau sekitar Rp 21 miliar. Jadi, kinerja PT Fahreza yang asal-asalan tampak sekali hanya ingin mengejar pencairan, padahal hasil proyeknya mengganggu warga. Kenapa ini dibiarkan,” tanya Firdaus. Ia juga mengkritisi PT Fahreza yang tidak memiliki workshop atau gudang tempat penampungan material. “Akhirnya menggunakan bahu jalan dan menganggu ketertiban lalu lintas. Menganggu pengendara dan warga. Ini juga kenapa dibiarkan,” tegasnya. Dalam analisa lain, lanjut Firdaus, PMII Balikpapan menemukan fakta soal PT Fahreza yang tidak menggunakan crane. Padahal ada tagihan upah crane dalam dokumen perjanjian. Harga untuk mendatangkan crane Rp 600 ribu sampai Rp 1 juta per jam. Total biaya penggunaan crane sesuai RAB, sekitar Rp 4 miliar. “Adapun di lapangan, PT Fahreza menggunakan excavator. Jika tidak menggunakan crane, maka ini kan bisa berpotensi temuan. Apakah DPRD juga menyoroti hal ini? Karena itu, DPRD seharusnya segera membentuk Pansus atau menggunakan hak angket untuk membuka masalah ini ke publik,” tegasnya. "Jika Dinas PU mencairkan pengadaan yang tidak sesuai kontrak, kami siap melaporkan ke hukum. Sebab, pengerjaan kan harus sesuai acuan RAB. Kalau tidak, artinya ada perjanjian yang dilanggar,” imbuhnya. Firdaus memaparkan, dalam dokumen, kontrak PT Fahreza dimulai 1 Agutus 2022 sampai 31 Desember 2023. Atau sepanjang 17 bulan. Jika dibuat rata-rata untuk mencapai rencana pekerjaan 100 persen, maka PT Fahreza membutuhkan progres pekerjaan 5,8 persen per bulan. Jika diakumulasi sejak awal sampai hari ini atau selama 14 bulan berjalan, seharusnya rencana progres pekerjaan sudah mencapai sekitar 81 persen. “Faktanya, pekerjaan yang digarap belum mencapai 50 persen. Artinya, PT Fahreza terlambat sekitar 30 persen dari rencana atau schedule pelaksanaan. Kalau benar demikian, kenapa tidak diberi sanksi,” jelasnya. Ia kembali mendesak adanya solusi taktis dari DPRD Parlemen yang memiliki hak istimewa. “Ingat, ini mau Pemilu. Seharusnya momentum saat ini jadi kesempatan bagi mereka memberi bukti pada warga kota. Jika dengan masalah ini diam saja, tidak menggunakan hal-hak istimewanya, maka 45 anggota DPRD Balikpapan saat ini tidak pantas untuk dipilih kembali di Pileg tahun depan,” tegasnya. Pihaknya juga menyesalkan selama ini sudah sangat banyak yang mengeluhkan proyek DAS Ampal, tapi DPRD tidak bisa berbuat apa-apa. “Hanya berkomentar di media tanpa solusi. Padahal DPRD bisa membentuk Pansus, bisa menggunakan hak istimewanya seperti hak angket, hak interplasi dan hak menyatakan pendapat. Tapi kesitimewaan ini tidak digunakan. Ini ada apa?” tanya Firdaus. Sebelumnya diwartakan, Sekretaris Komisi III, Kamaruddin membenarkan kinerja PT Fahreza yang di luar batas itu. Ia bahkan tak mampu menggambarkan kekecewaannya. PT Fahreza bekerja tak mendengar arahan siapapun. Baik konsultan MK Yoda Karya dan Dinas PU Balikpapan. Menurutnya, pekerjaan PT Fahreza tak beres. Melakukan pengerukan dimana-mana tanpa menyelesaikan terlebih dahulu, titik fokus yang harus diselesaikan. "Kami melihat ke lapangan ini, merasa kecewa berat. Bahkan sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Otak kita jadi rusak karena PT Fahreza. Belum selesai garuk di sini, garuk sebelah lagi hanya untuk mengejar progres," ujar Kamaruddin saat sidak, Selasa 3 Oktober silam. (*)