Akademisi UGM: Wilayah Kaltim Cocok Dibangun PLTN
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).--
"Dengan kondisi sekarang, cadangan kami masih cukup untuk melayani pertumbuhan kebutuhan listrik hingga tahun 2026," ucap Chaliq, sapaan akrabnya.
Untuk kawasan IKN, PLN juga memperkuat infrastruktur melalui dua sumber. Pembangunan Gas Insulated Switchgear (GIS) 4 IKN dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 50 MW.
Kedua fasilitas tersebut terhubung langsung dengan Sistem Mahakam, sebagai bagian dari penguatan sistem kelistrikan di kawasan pemerintahan baru.
Selain kesiapan teknis, PLN juga mencatat tren konsumsi listrik yang terus meningkat di Kaltim dan Kaltara. Hingga September 2025, total konsumsi listrik tercatat 4.786 gigawatt hour (GWH).
Sektor rumah tangga masih mendominasi dengan 2.309 GWH, disusul sektor bisnis 1.027 GWH, dan industri 975 GWH.
Khusus di IKN, pertumbuhan konsumsi listrik mencapai 76 persen, dari 42,3 juta kilowatt hour (kWh) pada 2024 menjadi 74,6 juta kWh pada 2025.
Wilayah Kaltim Masih Potensial
Dosen Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM) Andhika Yudha Prawira masih yakin, Kaltim masih cocok dibangun PLTN.
Menurutnya, Kaltim merupakan salah satu lokasi tapak potensial untuk pembangunan PLTN di Indonesia. Provinsi ini memiliki beberapa keunggulan strategis. Salah satu keunggulan utama Kaltim adalah potensi gempa yang rendah, dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
Faktor geologis ini menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan lokasi PLTN. Karena berkaitan langsung dengan aspek keselamatan fasilitas nuklir.
"Kawasan pesisir Kaltim juga memiliki sumber daya air yang cukup untuk mengoperasikan reaktor nuklir," ungkap Andhika.
Selain faktor geologis dan ketersediaan sumber daya air, infrastruktur industri di Kaltim yang terus berkembang menjadi nilai tambah.
Pengembangan IKN turut mendorong meningkatnya kebutuhan listrik masyarakat. Sehingga menjadikan pembangunan PLTN sebagai isu strategis mengatasi masalah kelistrikan di masa depan.
Namun dosen muda ini menekankan bahwa perlu dilakukan kajian lingkungan lebih mendalam sebelum memutuskan lokasi tapak definitif.
Kajian tersebut terkait kondisi bentang alam, struktur batuan, dan daya dukung lingkungan untuk pembangunan PLTN.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
