Status Sidrap Menggantung, Kutim dan Bontang Sepakat Tak Sepakat
Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud saat berkunjung ke Sidrap, Senin (11/8/2025).-Sakiya Yusri/Nomorsatukaltim-
KUTIM, NOMORSATUKALTIM - Konflik tapal batas wilayah Sidrap antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali memanas. Perbedaan pandangan muncul antara Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) dan Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud menginginkan solusi hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK), sementara Bupati menegaskan kewajiban membangun Sidrap sebagai bagian dari Kutim.
Gubernur Kaltim menyebut, bahwa Sidrap memiliki status unik. Secara de facto wilayah itu dilayani oleh Kota Bontang, namun secara de jure masih tercatat di Kutim.
“Hari ini kita sepakat untuk tidak sepakat. Nanti MK yang akan memutuskan dan Mendagri yang akan menginstruksikan Sidrap ini masuk ke mana,” ujarnya saat di tanya awak media, Senin 11 Agustus 2025.
BACA JUGA: Rudy Mas’ud Dijadwalkan Kunjungan ke Bontang, Kunjungi Sidrap yang Bersengketa
BACA JUGA: Warga Desa Sidrap Pilih Ikut Bontang
Ia menekankan, bahwa seluruh warga Kaltim berhak mendapatkan pelayanan publik tanpa memandang status wilayah. Gubernur juga mengingatkan bahwa aspek hukum harus berjalan beriringan dengan aspek sosial.
“Pendidikan, kesehatan, infrastruktur, jaminan kesehatan, jaminan sosial itu wajib diberikan kepada semua warga,” katanya.
Menurutnya, sebagian warga Sidrap ingin tetap berada di Kutim, sementara sebagian lainnya memilih bergabung dengan Bontang.
Karena itu, Pemprov Kaltim mengajak semua pihak melihat persoalan ini secara menyeluruh, bukan hanya dari sisi batas administrasi.
BACA JUGA: Kutim Keukeuh Pertahankan Sidrap, Ketua DPRD: Kita Taat Aturan, Bukan soal Luas Wilayah
BACA JUGA: Kampung Sidrap Masuk Wilayah Kutim, Fokus Utama Pelayanan Dasar Masyarakat
Gubernur juga menyinggung adanya kebijakan di Bontang yang membatasi 75 persen tenaga kerja harus ber-KTP Bontang, sementara 25 persen sisanya boleh dari luar, termasuk Kutim.
Ia menilai aturan ini harus disikapi bijak agar tidak menghambat kesempatan kerja warga. “Kalau ada 100 tenaga kerja, hanya 25 orang yang boleh dari luar Bontang,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
