Status Sidrap Menggantung, Kutim dan Bontang Sepakat Tak Sepakat
Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud saat berkunjung ke Sidrap, Senin (11/8/2025).-Sakiya Yusri/Nomorsatukaltim-
Terkait zonasi pendidikan, gubernur menilai sistem ini kerap mempersulit, bahkan warga Bontang sendiri mengalami kendala.
“Zonasi diatur masing-masing, dan ini bisa membuat warga kebingungan. Tugas pemerintah adalah memastikan standar pelayanan minimal pendidikan dan kesehatan terpenuhi,” ucapnya.
BACA JUGA: Kampung Sidrap Terkendala Jadi Desa Definitif, Sebagian Warganya Masih Ber-KTP Bontang
BACA JUGA: Kutai Utara Masih Tunggu Restu Pusat untuk Jadi Daerah Otonomi Baru
Di sisi lain, Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman menolak pandangan bahwa Sidrap memiliki status de facto dan de jure yang berbeda.
“Sejarahnya Sidrap milik Kabupaten Kutai. Kecamatan Teluk Pandan baru berdiri tahun 2006, sebelumnya wilayah ini bagian dari Kutai,” ungkapnya.
Ardiansyah menyebut, meski menghargai pemekaran wilayah, dirinya tetap berpegang pada regulasi. Sebagai kepala daerah, ia merasa wajib membangun Sidrap. “Kewajiban saya adalah mengamalkan undang-undang. Tugas saya bersama wakil adalah membangun,” tegasnya.
Ia memaparkan sejumlah pembangunan di Sidrap, mulai dari perbaikan jalan hingga pembangunan sekolah dasar. Bupati juga membantah isu kurangnya fasilitas pendidikan.
BACA JUGA: Pemkab Kutim Validasi Ulang Data Kemiskinan: Ada yang Terdata Miskin Tapi Punya Mobil
BACA JUGA: DPRD Kaltim Dukung Pemekaran Kabupaten Sangkulirang, Dorong Pemerintah Pusat Cabut Moratorium DOB
“Tahun lalu belum ada mobil bisa masuk, sekarang sudah bisa. SD Negeri sudah berdiri, tahun ini pipa PDAM akan masuk. Teluk Pandan ini ada 2 SMP, bukan 1. Ada SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2. Kalau jumlah rombel bertambah, kita akan bangun lagi. Untuk SMA itu urusan provinsi,” jelasnya.
Soal kemungkinan putusan MK yang tidak menguntungkan Kutim, Ardiansyah enggan berandai-andai.
“Itu urusan MK. Saya tidak ingin berspekulasi. Aspirasi warga yang pro dan kontra adalah hak mereka. Tugas pemerintah adalah mendengar dan membangun,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa gubernur tidak dapat memutuskan persoalan ini secara langsung. “Gubernur datang untuk mendengarkan. Kalau walikota meminta, bupati menolak, ya selesai. Kembalikan ke aturan yang ada,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
