Muhammad Irsanie; Pengabdi Negara, Pelindung Buaya

Muhammad Irsanie; Pengabdi Negara, Pelindung Buaya

Padahal, ketika awal, ia sanggup memberi makan peliharaannya dua kali sehari. Irsanie mengaku kerap kesulitan keuangan untuk membeli pakan buaya peliharaannya. Selain jatah makan berkurang, tak jarang di lain waktu, buaya-buaya itu hanya makan ceker, kepala atau isi perut ayam.
Irsanie cukup beruntung jika ada ayam yang sakit dan mati. Itu berarti Irsanie dapat ‘potongan harga’.

“Kalau (harga ayam) sudah Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu per kilogram sudah tidak sanggup (beli),” imbuhnya. “Selama 20 tahun, saya sudah menghabiskan biaya sekira Rp 2 miliar hanya untuk pakan saja.”

Muhammad Irsanie
Pengabdi Negara, Pelindung Badas


Selain soal biaya, Irsanie juga punya masalah lain. Lokasi penangkaran miliknya kini berada di tengah permukiman masyarakat. Padahal, ketika pertama kali menangkar, ia sengaja pilih lokasi yang sepi.

Dengan kondisi kandang yang sudah tidak layak, ia mulai khawatir buaya yang lapar nekat ‘lompat pagar’ dan mencelakai warga. Khususnya anak-anak. Lepasnya buaya dari kandang Irsanie sudah terjadi berulang kali. Meski begitu, sejauh ini belum sampai menimbulkan korban jiwa atau luka-luka.

“Selama ini bisa saya tangani karena cepat diketahui,” kata dia.
Irsanie mengatakan, dari sekitar 300 ekor buaya badas yang dipelihara sejak 1999, saat ini hanya tersisa 30 ekor. Sebagian besar telah dilepasliarkan ke habitat alaminya. “Dibantu warga dan lembaga terkait, badas yang sehat kami lepas,” katanya.

Selama menjaga buaya dari kepunahan, Irsanie mengaku tak sepeser pun bantuan datang dari pemerintah. Baik bantuan untuk membeli pakan atau sekadar renovasi kandang supaya lebih aman. Bahkan, beberapa kali mengusulkan relokasi belum direspon pemerintah.
“Kemarin sempat ada omongan, pemindahan akan dianggarkan melalui ABT (anggaran belanja tambahan, Red.) tahun 2018 atau di anggaran murni 2019. Tapi sampai sekarang tidak ada,” ucapnya.

Dia berharap pemerintah bisa merelokasi buaya yang tersisa ke lokasi lebih layak dan aman. “Sekarang waktunya sudah pas. Tidak ada lagi yang berburu buaya karena alasan ekonomi,” kata Irsanie. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, Irsanie masih menjaga puluhan buaya. Namun ia berharap ada yang meneruskan pekerjaannya. Menjaga badas, supaya alam tetap seimbang.

Penghargaan dari Tiga Presiden

Aksi Muhammad Irsanie melindungi badas menarik perhatian pemerintah daerah. Suatu ketika, Bupati Berau meminta Irsanie mengikuti seleksi sebagai penerima penghargaan Kalpataru.

“Saya sempat mempertanyakan, apakah aparatur pemerintahan bisa ikut. Setelah dijelaskan, saya bisa ikut dengan nominasi pembinaan lingkungan,” kata Irsanie yang memutuskan ikut serta dalam penilaian tersebut.


Siapa sangka, usahanya membuahkan hasil. Setelah melalui proses seleksi yang panjang, Irsanie dinyatakan layak menerima Kalpataru sebagai Pembina Lingkungan.

Ia pun dipanggil ke Istana Negara untuk menerima penghargaan Kalpataru dari Presiden RI. Perhargaan pertama langsung diberikan Presiden Ke-3 B.J Habibie tahun 1999. Penghargaan kedua diserahkan Presiden Ke-4 Megawati Soekarno Putri tahun 2007 dan tahun 2010 diserahkan Presiden Ke-5, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Di akhir masa tugasnya, Irsanie mengaku dapat kabar membahagiakan. “Saya juga mendengar informasi, akan dapat penghargaan dari Pak Jokowi. Hanya tinggal menunggu undangan ke Istana Negara,” bebernya.

Yang paling merisaukan Irsanie, adalah nasib buaya peliharaannya. Sebabnya, buaya dewasa itu hidup dalam kandang yang tak lagi ideal. Saat ini ia tengah mengajukan relokasi buaya peliharaan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau. Buaya dalam penangkaran berukuran 16x10 meter, di belakang rumahnya sudah tak muat lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: