Pasar Segiri Adalah Kunci Penanganan Banjir di Samarinda
Januari lalu, Disway Kaltim mengulas berita soal banjir di Samarinda. Tertulis saat itu, salah satu banjir terbesar. Tapi yang kali ini. Yang sebelum Lebaran Idulfitri kemarin, melampau rekor itu. Bahkan rekor-rekor sebelumnya. Melibatkan 47 ribu jiwa terdampak. Nah, mari kita lihat, apakah ke depan akan ada yang mengalahkan rekor ini?
DALAM setahun, sudah tiga kali Samarinda dilanda banjir besar. Kali ini sekitar 47 ribu jiwa terdampak. Dengan durasi bencana selama sepekan. Banjir menggenang lebih luas dari dua peristiwa sebelumnya, yang terjadi pada Juni 2019 dan Januari 2020.
Banjir besar pada 23 hingga 31 Mei 2020 tersebut, disebabkan intensitas hujan tinggi. Limpasan air dari arah Utara Samarinda, tak mampu ditampung Waduk Benanga. Demikian juga Sungai Karang Mumus, yang telah memiliki permasalahan begitu kompleks.
Dari data yang dihimpun Disway Kaltim, banjir menerjang lima kecamatan dari sebelas kelurahan. Melumpuhkan aktivitas dan ekonomi warga Kota Tepian. Kini Samarinda dalam status rawan keberulangan banjir besar.
Kronologi banjir besar di ibu kota Kaltim itu bermula ketika dua hari sebelum Ramadan berakhir. Hujan yang amat deras, mengguyur di wilayah Kecamatan Samarinda Utara. Intensitas curah hujan di kawasan tersebut di atas angka 100 milimeter.
Tinggi air yang jatuh ini biasanya dinyatakan dengan satuan milimeter. Curah hujan dalam 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi. Tempat yang datar dapat menampung air hujan setinggi satu mm atau sebanyak satu liter.
Seperti di Kelurahan Pampang, curah hujan mencapai di angka 185 milimeter. Kemudian kawasan Tanah Merah berada di angka 165 milimeter. Sementara di Sungai Siring 109 milimeter. Adapun Kelurahan Lempake, curah hujan di angka 95 milimeter.
"Pampang intensitas tertinggi selama 40 tahun ini. Kalau tahun 1998, intensitas hanya di angka 108. Kalau hujan kemarin di Pampang di angka 185," ungkap Konsultan Masterplan Pengendalian Banjir Samarinda, Eko Wahyudi kepada Disway Kaltim.
Intensitas curah hujan yang tinggi ditambah dengan durasi yang cukup lama, membuat air tumpah ruah di kawasan Samarinda Utara. Waduk Benanga yang menjadi hulu Sungai Karang Mumus pun segera penuh.
Hal itu dikarenakan bendungan irigasi berusia 42 tahun tersebut, kini hanya mampu menampung 460 ribu meter kubik akibat mengalami sedimentas
Dengan kondisi seperti itu, tinggi muka air (TMA) di Waduk Benanga pada saat itu mengalami peningkatan tajam. Dalam waktu 5 Jam saja, TMA mengalami kenaikan hingga 10 sentimeter. Sehingga tidak perlu waktu lama untuk TMA Benanga berada di level merah atau awas.
"Itu dikarenakan Desa Pampang, pas di hulunya Lempake. Masuknya air ke Benanga jadi cepat. Jadi naiknya drastis. 10 sentimeter dalam waktu 5 jam, itu luar biasa untuk di Waduk kita," terangnya.
Pada Sabtu (23/5), TMA Waduk Benanga memecahkan rekor tertingginya. Yakni di angka 107 sentimeter di level merah. Angka tersebut lebih tinggi dari TMA Benanga di 1998 yang mengakibatkan bendungan jebol. Kala itu, TMA di angka 90 sentimeter. Berada dalam level kuning atau waspada.
Selang dua hari kemudian, Senin (25/5), air yang sudah tak mampu ditampung. Membuat Waduk Benanga seperti kantung yang bocor. Limpasan air yang mengalir di Aliran Sungai Karang Mumus (SKM) pun tak terkendali. Tercatat dalam waktu 72 jam, debit air yang keluar dari pintu waduk benanga hingga di angka 5,5 juta meter kubik.
Akibatnya, empat kecamatan yang dilintasi oleh SKM kebanjiran, dengan ketinggian bervariasi, dikisaran 45 sentimeter hingga 1,2 meter. Terhitung sebanyak 47.281 jiwa terdampak banjir. Banjir yang terjadi kali ini, lebih luas dari dua kejadian sebelumnya. Yang hanya mengakibatkan sekitar 30 ribu jiwa terdampak.
"Untuk angka debit air 5,5 juta, itu sangat besar sekali. Dengan kondisi SKM saat ini sangat sulit untuk menampung. Berdasarkan dari simulasi, kurang lebih luas genangan banjir hampir 11 kilometer persegi," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: