Memanfaatkan Insentif Pajak Terdampak Pandemi COVID -19 Sesuai PMK 44/PMK.03/2020

Memanfaatkan Insentif Pajak Terdampak Pandemi COVID -19 Sesuai PMK 44/PMK.03/2020

Balikpapan, DiswayKaltim.com - Hingga hari ini kita semua belum mengetahui secara pasti kapan pandemi COVID-19 berakhir, yang secara keseluruhan berdampak pada ekonomi dan kegiatan usaha. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak mengambil  kebijakan fiskal dengan memberikan insentif pajak melalui PMK 44/PMK 03/2020. Ketentuan mengenai pemberian insentif wajib pajak (WP) terdampak wabah COVID-19 sebelumya diatur PMK 23/PMK.03/2020. Namun memperhatikan perkembangan kondisi perekonomian saat ini, khususnya dengan meluasnya pendemi COVID-19 ke sektor-sektor lainnya, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah, maka pemerintah membarui kebijakan pemberian insentif, antara lain:

  1. PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP).
Untuk pegawai yang mendapat penghasilan dari pemberi kerja tertentu diperluas dari semula 440 KLU menjadi 1.062 KLU. Wajib pajak perusahaan atau wajib pajak kawasan berikat.
  1. PPh UMKM ditanggung pemerintah.
Bagi wajib pajak yang memiliki peredaraan bruto tertentu berdasarkan PP 23/2018
  1. Pembebasan PPh Pasal 22.
Untuk wajib pajak dengan KLU tertentu (Semula 102 KLU menjadi 431 KLU, wajib pajak perusahaan KITE, atau wajib pajak kawasan berikat.
  1. Pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%.
Wajib pajak dengan KLU tertentu semula 102 KLU menjadi 846 KLU, wajib pajak perusahaan KITE, atau wajib pajak kawasan berikat.
  1. Pengembalian Pendahuluan PPN
Sebagai PKP (pengusaha kena pajak) berisiko rendah bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT PPN lebih bayar restitusi paling banyak Rp. 5 miliar. Pemenuhan pesyaratan  insentif pajak secara online dengan melakukan login www.pajak.go.id. Dan menyampaikan pemberitahuan atau pengajuan surat keterangan yang tersedia pada menu layanan info KSWP. Profil pemenuhan kewajiban saya, fasilitas berlaku sejak masa pajak pemberitahuan disampaikan atau saat surat keterangan diterbitkan hingga masa pajak September 2020. Bagaimana pertanggungjawaban dari insentif ini:
  1. PPh Pasal 21 DTP: setiap masa pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
  2. PPh Pasal 22: Laporan realisasi PPh Pasal 22 impor (triwulan )
  3. PPh Pasal 25: Laporan realisasi pengurangan besarnya PPh 25 (triwulan)
  4. Pengembalian Pendahuluan PPN: mengikuti prosedur pendahuluan existing.
  5. PPh UMKM ditanggung pemerintah: Laporan Realisasi PPh Fimal DTP setiap masa pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Contoh penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah
  1. Tuan A (K/ 1) pegawai tetap di PT Z (industri makanan bayi/KLU 10791), pada bulan April 2020 menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp 16.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 330.000,00.
  Penghasilan bruto Tuan A yang disetahunkan Rp 198.000.000,00 (Rp 16.500.000,00 x 12). Karena masih di bawah Rp 200.000.000,00 maka Tuan A dapat memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP. a. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang bulan April 2020: Gaji dan tunjangan Rp 16.500.000,00 Pengurangan: biaya jabatan/bulan Rp 5OO.OOO,OO, iuran Pensiun/bulan Rp 330.000,00 (Rp 830.000,00). Penghasilan netto sebulan Rp 15.670.000,00. Penghasilan netto setahun 12 x Rp 15.670.000,00 PTKP (K/ 1) Rp 188.040.000,00 (Rp 63.000.000,00). Penghasilan kena pajak setahun Rp 125.040.000,00. PPh Pasal 21 terutang setahun 5% x Rp 5O.OOO.OOO,OO = Rp 2.500.000,00. 15% x Rp 75.040.000,00 = Rp 11.256.000,00 PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 13.756.000,00/12= Rp 1.146.333,00   b. Besarnya penghasilan yang diterima Tuan A bulan April 2020: Gaji dan tunjangan dikurangi iuran pensiun/bulan. Dikurangi PPh Pasal 21 penghasilan setelah pajak. Ditambah PPh Pasal 21 DTP. Jumlah yang diterima Rp 16.500.000,00-(Rp 330.000,00)-(Rp 1.146.333,00)= Rp 15.023.667,00 + Rp 1.146.333,00= Rp 16.170.000,00   2.Tuan B (K/0) pegawai tetap di PT Z (industri makanan bayi/KLU 10791). Pada bulan Mei 2020 menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp 21.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 420.000,00. Penghasilan bruto Tuan B yang disetahunkan Rp252.000.000,00 (Rp 21.000.000,00 x 12). Karena telah melebihi Rp 200.000.000,00 maka seluruh PPh Pasal 21 terutang pada bulan Mei 2020 tidak dapat memperoleh insentif, PPh Pasal 21 DTP. Atas penghasilan tersebut PPh Pasal 21 dipotong dan disetor oleh pemberi kerja.
  1. Tuan C (K/ 1) pegawai tetap di PT Z (industri makanan bayi/KLU 10791). Pada bulan Mei 2020 menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp 15.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 300.000,00, serta menerima Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp 10.000.000,00.
  Penghasilan bruto Tuan C yang bersifat tetap dan teratur berupa gaji dan tunjangan sebesar Rp 15.000.000,00 sebulan yang disetahunkan sebesar Rp 180.000.000,00 (Rp 15.000.000,00 x 12). Karena masih di bawah Rp 200.000.000,00 maka penghasilan Tuan C yang dapat memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP hanya atas penghasilan gaji dan tunjangan bulanan. a. Penghitungan PPh Pasal 21 DTP bulan Mei 2020: Gaji dan tunjangan Rp 15.000.000,00. Pengurangan: Biaya jabatan/bulan Rp 500.000,00, iuran pensiun/bulan Rp 300.000,00 (Rp 800.000,00). Penghasilan netto sebulan Rp 14.200.000,00. Penghasilan netto setahun 12 x Rp 14.200.000,00= Rp 170.400.000,00. PTKP (K/ 1) (Rp 63.000.000,00). Penghasilan kena pajak setahun Rp 107.400.000,00. PPh Pasal 21 terutang setahun 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00, 15% x Rp 57.400.000,00 = Rp 8.610.000,00. PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp 11.110.000,00/12= Rp 925.833,00 Sebagai penutup, pandemi COVID-19 ini mengharuskan kita mengambil langkah cepat untuk pengambilan keputusan dalam pengelolan perpajakan dan keuangan untuk kelancaran perusahaan. Semoga pandemi COVID-19 ini cepat berlalu agar perekonomian dapat berjalan kembali normal. (*/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: