Antisipasi Pandemi Corona, Lom Plai Digelar secara Terbatas

Antisipasi Pandemi Corona, Lom Plai Digelar secara Terbatas

Kegiatan adat suku Dayak Wehea (Lom Plai) tahun lalu. (Fitri/Disway Kaltim) Sangatta, Diswaykaltim.com - Pagelaran adat warisan nenek moyang suku Dayak Wehea di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutim, tahun ini digelar secara terbatas. Hal ini berkaitan dengan imbauan pemerintah untuk menjaga jarak (social distancing) dan larangan mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan massa berkumpul dalam satu tempat. Karena dapat mempercepat penyebaran wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Sebelumnya, pagelaran Lom Plai selalu dirayakan secara meriah oleh suku Dayak Wehea. Kegiatan itu menarik banyak wisatawan lokal dan mancanegara. Meskipun terbilang mistis, kegiatan adat ini menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan. Lom Plai alias Emboh Jengea atau Pesta Panen ini dilaksanakan oleh warga Dayak Wehea setelah mereka selesai memanen padi. Upacara yang rutin dilaksanakan setiap tahun ini sebagai bentuk memperingati pengorbanan Long Diang Yung (putri tunggal Ratu Diang Yung. Penguasa suku Wehea). Yang rela mengorbankan diri untuk masyarakat yang sedang dilanda bencana kelaparan dan kekeringan. Ketua Panitia Pelaksana Lom Plai Godefridus Gaya mengatakan, kegiatan dilaksanakan secara simbolis. Sesuai surat edaran pemerintah, jumlah warga yang terlibat harus dibatasi. Dengan koordinasi langsung ke ketua RT setempat. Keputusan ini berdasarkan hasil pertemuan kepala adat, kepala desa, ketua BPD, dan tokoh adat Desa Nehas Liah Bing (Selabing). Yang dituangkan dalam surat edaran Lembaga Adat Wehea. “Ini demi kebaikan bersama,” ucapnya, Senin (13/4/2020). Pada saat acara berlangsung, kampung akan ditutup hingga kegiatan selesai. Warga dilarang keluar masuk pada saat acara puncak serta tidak diperkenankan menerima tamu dari luar. Kecuali warga Desa Selabing. Hal ini bertujuan demi melindungi warga dari potensi penularan COVID-19. Acara Puncak Lom Plai atau Embop Jengea, Rabu (15/4/2020), dilaksanakan dengan sejumlah ketentuan. Salah satunya, warga dipersilakan membuat hidangan atau Naq Muen di rumah masing-masing. Sebagai ungkapan rasa syukur. “Acara kesenian seperti Seksiang, Plaq Sai, tarian di atas rakit, tarian Tumbam Bataq, Pengsaq dan Peqnai ditiadakan tahun ini,” terang Sekretaris Panitia Lom Plai Bonny. Seksiang adalah ritual perang-perangan dalam tradisi masyarakat Wehea. Ritual ini selalu dilaksanakan pada puncak pesta panen tersebut. Sekaligus sebagai perlambang kesatriaan pendahulu mereka. Sementara Plaq Sai bermakna mengambil rotan kotok yang sudah dipasang untuk memakan makanan. Kemudian menghanyutkan sesaji di atas perahu atau pehket heluk. Lalu perempuan dewasa mengambil air dan menyiramkannya ke tokoh adat. Ditambah dengan arang untuk dipoleskan ke wajah orang atau tamu yang datang dalam ritual tersebut. Hal ini pertanda bahwa acara saling siram antar warga dapat dilakukan. Namun tahun ini serangkaian acara tersebut ditiadakan demi menjaga keselamatan warga Wehea dari wabah COVID-19. Sedangkan Tarian Hudoq dilaksanakan secara simbolis oleh seseorang yang sudah ditugaskan. Kemudian acara Ritual Embos Min dilaksanakan oleh tiga orang. Begitu juga dengan rangkaian acara lain seperti Entuem Pang Tung Eliang, Mengsaq Pang Tung Eliang, Nelha La, dan Kaq La dilakukan oleh tiga orang. Bonny menegaskan, selama ritual berjalan, siapa pun dilarang mengunggah foto-foto acara Embob Jengea ke media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, Twitter, dan lain-lain. (fs/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: