RS Rujukan Corona
OLEH: UCE PRASETYO* Kenapa harus ada rumah sakit (RS) rujukan? Kenapa enggak semua RS juga diwajibkan melayani pasien corona? Kenapa RS rujukan oleh pemerintah diputuskan di RSUD? Ah, RS swasta mau enaknya saja. Itu pertanyaan dan ungkapan beberapa netizen. Yang menetapkan RS rujukan corona adalah pemerintah. Setelah mengkaji dan mempertimbangkan faktor teknis dan non teknis. Teknisnya, kapasitas ruang isolasi, peralatan, sarana penunjang dan SDM yang memadai. Non teknis banyak. Salah satunya dampak keberlangsungan RS tersebut. Perlu kita ingat. Penyakit itu banyak. Bila dibandingkan dengan semua kasus pasien setiap hari. Corona ini mungkin kurang dari 0,01 persen dari jumlah pasien yang ditangani RS. Dalam keadaan apapun. Sampai kapan pun. Masyarakat masih memerlukan pelayanan kesehatan. Untuk berbagai problematika kesehatannya. Dari sakit jantung, darah tinggi, stroke, syaraf, melahirkan, operasi, kencing manis, ginjal, demam berdarah, sakit gigi, dan lain-lain. Perlu lebih dari satu jam untuk menyebutkan semuanya. Ada ribuan kode jenis penyakit. Bila merujuk sistem administrasi BPJS Kesehatan. Bila semua RS diwajibkan melayani corona, maka semua pasien kasus lain berpotensi terdampak. Baik terdampak langsung karena potensi penularan maupun secara psikis. Ribuan dan jutaan pasien kasus lain lebih dekat untuk terpapar. Sedangkan mereka sedang rentan. Daya tahan tubuhnya tidak prima. Apakah kita mau mengurus satu penyakit, lalu menelantarkan ratusan jenis penyakit lain yang dialami pasien, yang juga bisa menyebabkan kematian? Di Sangatta. RS swasta secara tak sengaja melayani pasien corona. Setelah ada indikasi, dirujuk ke RS rujukan. Karena menghadapi ancaman biologis dan beban psiko-sosial yang diterima RS tersebut, puluhan perawat dan karyawan lain harus dirumahkan dan diisolasi. Akhirnya RS tersebut menyatakan lockdown. Berhenti operasional. Tidak melayani pasien. Pasien apapun. Untuk waktu yang tidak ditentukan. Bisa jadi dua minggu. Atau lebih. Bisa dibayangkan. Bagaimana bila itu juga menimpa sejumlah RS lain? Bahwa RS swasta yang tak pernah mendapat anggaran negara, serupiah pun, merugi. Tetap membayar gaji dan beban. Itu pasti. Itu suatu masalah. Tapi bukan itu masalah utamanya. Masalah utamanya, pasien kasus-kasus lain. Mereka mau berobat ke mana? Karena itulah, pemerintah memutuskan RS rujukan corona adalah RSUD atau RSUP. Karena siap secara teknis. RSUD di-back up APBD. Sementara RS swasta tetap dibutuhkan peranannya untuk melayani pasien. Melayani kesehatan rakyat. Sebagai sarana ikhtiar. Untuk dapat kesembuhan. Sebagaimana biasanya. Saya turut prihatin. Turut merasakan beban psikologisnya. Bisa memahami keputusan mereka. Atas lockdown salah satu RS swasta di Sangatta tersebut. Secara teknis, ada ancaman biologis virus. Dalam hitungan jam bisa diselesaikan. Dengan didisinfeksi. Bisa dengan cairan disinfektan atau alat elektronik dengan sinar UV. Tapi potensi ancaman biologis dari manusia, para karyawan, ini perlu waktu dan proses khusus. Setidaknya, minimal 14 hari. Sesuai masa inkubasi corona. Lebih bagus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium khusus corona. Sebulan lalu diputuskan oleh pemerintah di 12 sarana laboratorium. Hanya di kota besar. Termasuk di Kota Makassar. Prakteknya tak secantik teorinya. Khusus pasien di Makassar. Yang harusnya ada sarananya. Ternyata juga harus dikirim. Diperiksa ke Jakarta. Jadi RS rujukan hanya ambil sampel. Specimen, swap untuk diambil di rongga hidung atau mulut. Sehingga pernah ada kasus di Makassar. Pasien sudah meninggal ditangani dengan prosedur biasa. Beberapa hari baru tahu hasilnya positif. Karena itu, rumahnya harus didisinfeksi. Banyak yang sudah kontak. Yang punya potensi penyebaran. Jadi ODP. Wajib diisolasi. Kota besar Makassar pun masih bisa terjadi seperti itu. Apalagi kota kabupaten di pelosok Kalimantan. Sekarang telah ada sarana pemeriksaan corona. Dengan rapid test. Ini mirip seperti tes kehamilan. Bedanya tes kehamilan yang diperiksa air kencing. Sementara corona yang dites darah pasien. Bisa dari ujung jari. Prinsip tes ini adalah pemeriksaan antibodi. Alias reaksi tubuh pasien. Alias pasukan khusus dalam tubuh manusia. Yang diciptakan tubuh pasien. Setelah terinfeksi virus corona. Sebagai sistem pertahanan diri. Mekanisme ini tergolong anugerah Tuhan. Antibodi atau pasukan-pasukan khusus ini mulai timbul sekitar enam hari. Setelah terinfeksi, bisa jadi hasilnya negatif. Karena itu perlu pemeriksaan kedua. Yaitu 10 hari setelah pemeriksaan pertama. Semoga RS yang lockdown tersebut segera beroperasi. Bisa memberikan pelayanan. Kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya. (*Anggota DPRD Kutim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: