Kala Kota Minyak Beralih Menuju Kota Pariwisata Nan Kreatif
Salah satu dari rangkaian HUT ke-123 Balikpapan, DPRD Balikpapan menggelar rapat paripurna istimewa yang berlangsung di Auditorium Kantor Wali Kota Balikpapan, Jumat (7/2). Sidang dipimpin Ketua DPRD Balikpapan Abdulloh. Hadir di sampingnya, Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi dan Wakil Wali Kota Rahmad Mas’ud beserta seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Dalam kesempatan tersebut Rizal menyatakan, meski Balikpapan telah tumbuh dan berkembang sebagai kota jasa industri pengolahan minyak terbesar di kawasan timur Indonesia, nantinya fokus pembangunan akan beralih pada peningkatan dan pengembangan industri kreatif. Dalam beberapa tahun mendatang, sektor ini yang akan menjadi penopang atau titik berat perekonomian Kota Minyak. Dia menyadari, tak mungkin mengandalkan potensi ekonomi dari sektor migas yang terus menunjukkan tren menurun. Belum lagi persaingan dengan daerah lain yang semakin ketat. Mereka berlomba-lomba membenahi infrastruktur agar memiliki daya saing lebih. (Kaltim.prokal.co, Sabtu, 8/2/2020) Selain fokus pada pengembangan industri kreatif ke depannya juga Balikpapan akan meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Walaupun kini Pantai Manggar masih menjadi penghasil utama sektor pariwisata Kota Beriman. Pemerintah akan terus melakukan upaya peningkatan dengan mengembangkan tempat wisata baru seperti Pelabuhan Somber menjadi wisata bahari serta mengadakan event-event sejenis BFW (Balikpapan Fashion Week) agar dapat dimanfaatkan sebagai panggung untuk mendorong perkembangan pariwisata serta budaya masing-masing, terutama perkembangan tekstil dan produk fashion UMKM lainnya. Menelisik arah ekonomi Balikpapan di kemudian hari sebagaimana perkataan wali kota serta kebijakan yang beririsan dengan statement tersebut. Paling tidak akan menimbulkan tanya bagi masyarakat yang kritis. Apakah tidak salah langkah mengalihkan perekonomian dari sektor migas ke UMKM dan sektor pariwisata? Sejatinya UMKM dan sektor pariwisata tak akan mempu menjadi penopang perekonomian Kota Balikpapan maupun skala negara. Sebab, sektor ini sangat riskan. Lihat saja Korea Selatan. Keberhasilan Korean Wave melalui drama, musik, fashion, makanan, dan lain-lain membuahkan hasil berupa banyaknya turis asing berbondong-bondong ke tempat-tempat wisata di Negeri Ginseng tersebut. Namun, kini akibat virus corona tak ada yang mau ke negara tersebut. Maka memilih sektor pariwisata sebagai titik berat perekonomian butuh dikaji ulang. Selain itu, peralihan arah perekonomian dari sektor migas ke pariwisata dan UMKM menjadikan sumber daya alam dan energi justru dikuasai oleh korporasi. Sebab, negeri ini terlalu fokus kepada hal yang remeh-temeh semisal industri kreatif. Lupa bahwa ada jenis industri yang jika dioptimalisasi akan mampu menggentarkan musuh, yakni industri berat semisal industri perang, baja, dan SDAE lainnya. Karena pada faktanya strategi industri seperti ini akan memberi efek pada industri penopang lainnya termasuk industri logistik. Sejujurnya perubahan arah ekonomi Balikpapan sejalan dengan pesanan para kapitalis barat. Mereka ingin menyibukkan negeri kaya semisal Indonesia dengan recehan. Padahal kekayaan alam melimpah ruah. Akhirnya dengan dalih investasi, regulasi pun dibuat. Tak lain demi memudahkan upaya meliberalisasi SDAE. Inilah watak asli sistem kapitalisme liberal. Sistem yang tidak akan pernah menyejahterakan malah menyengsarakan. Islam memiliki solusi tuntas untuk permasalahan politik ekonomi negeri ini. Sistem ekonomi Islam dijalankan atas prinsip hukum sara. Di mana sistem ekonomi Islam mengatur hak kepemilikan yang di dalam sistem kapitalisme begitu mudah diserahkan kepada individu/korporasi. Adapun kepemilikan Islam membaginya menjadi tiga. Pertama, milik individu. Kedua, milik umum yaitu tambang-tambang besar, sumber daya air, kehutanan, sumber-sumber minyak bumi, gas dan batu bara yang besar. Ketiga, milik negara seperti jizyah, ghonimah, kharaj, dan sebagainya. Keseluruhan prinsip-prinsip ekonomi Islam ini dijalankan melalui politik ekonomi. Politik ekonomi Islam memandang bahwa negara berkewajiban menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan dasar tiap individu (sandang, pangan, papan) dan menjamin kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, kesehatan dan keamanan) serta menciptakan peluang pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier warga negara misalnya dengan membuka lapangan pekerjaan. Selain itu, politik ekonomi Islam juga menjalankan strategi yang menyangkut sumber-sumber ekonomi negara, meliputi pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa. Politik industri melahirkan kemampuan negara untuk menciptakan industri alat-alat (industri penghasil mesin) terlebih dahulu. Termasuk peralatan mesin, mekanisasi pertanian untuk peningkatan produksi pangan. Selama berbagai peralatan negara masih bergantung pada asing, selamanya pula asing terus memiliki kesempatan untuk mendikte dan menghegemoni negara. Oleh karena itu, negara Islam membuat tahapan pembangunan ekonomi yang ‘memandirikan’ yakni pembangunan diawali dari sektor hilir kemudian menuju sektor hulu, maksudnya negara akan mewujudkan industri berat terlebih dahulu baru kemudian pembangunan industri barang-barang jadi, pertanian, dan seterusnya. Di sisi lain, tata kelola keuangan negara dalam Islam dilakukan melalui lembaga khusus yang menjadi bagian dari struktur negara Islam yaitu baitul mal. Baitul mal merupakan tempat penyimpanan harta kas negara sekaligus mengatur pos penerimaan dan pengeluaran negara yang merupakan bagian pelaksanaan APBN. Hal ini berbeda dengan visi politik negeri ini yang dikendalikan asing, hingga tak jelas mana kebijakan pemerintah yang pro rakyat. Pada faktanya, hanya Islam yang akan mampu mewujudkan kemajuan dan kemandirian bagi negeri ini. Wallahu a'lam bish shawab. */Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: