Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam Menanggulangi Bencana
OLEH: GURUH KRISNANTARA* Bencana alam adalah proses suatu entitas alamiah untuk menuju keseimbangan. Proses inilah yang dapat menyebabkan timbulnya suatu risiko kerugian ketika bencana menyentuh suatu obyek. Yang memang rentan. Katakanlah banjir yang akhir-akhir ini terjadi di kawasan Jabodetabek dan beberapa wilayah di Indonesia. Banjir merupakan kejadian di mana aliran air yang berlebih mencapai daratan. Sehingga dapat menggenangi dan menenggelamkan obyek di sekitarnya. Jika kita mendalaminya, sebenarnya aliran air merupakan suatu proses alamiah. Hanya yang tidak wajar adalah aliran ini melampaui debit normal dan melampaui wadahnya. Dengan mengesampingkan proses meteorologi atau klimatologi, banjir mengindikasikan telah terjadi ketidakseimbangan ekosistem di hulu. Sehingga aliran air terus mencari keseimbangannya dan mengakibatkan tumpahnya aliran air ke daratan. Menurut siklus manajemen bencana, prinsip mencegah suatu bencana adalah memperkuat sistem mitigasi dan kesiapsiagaan. Keduanya dilaksanakan dan disiapkan sebelum terjadinya bencana. Artinya, kita harus memiliki kesadaran yang tinggi terhadap potensi-potensi bencana di sekitar kita. Dari mana kesadaran terhadap bencana ini harus dimunculkan? Haruskah para pemangku kepentingan terus menerus “menyuap” masyarakat dengan informasi-informasi pencegahan bencana? Ataukah masyarakat juga mau berpartisipasi menyebarluaskan kesadaran bahwa di sekitar kita berpotensi terjadi bencana alam? Pada dasarnya para pemangku kepentingan dan masyarakat harus sama-sama pro aktif dan saling berkolaborasi dalam pencegahan bencana. Setiap elemen memiliki peran masing-masing dalam sistem manajemen kebencanaan. Terdapat dua sistem koordinasi: sistem bottom-up dan sistem top-down. Bottom-up bermakna strategi atau sistem yang diinisiasi dan dilakukan masyarakat. Walaupun tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah. Masyarakat mempunyai peran yang sangat vital dalam pencegahan bencana. Sebab merekalah yang mengetahui secara detail kondisi dan sifat-sifat entitas di sekitarnya. Harapannya, melalui sistem ini, muncul inovasi-inovasi berlandaskan kearifan lokal dalam penanggulangan bencana. Yang dapat diusulkan dan dijalankan bersama pemerintah. Sementara itu, sistem koordinasi top-down adalah strategi atau kebijakan yang dilakukan pemerintah. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam memitigasi dan memberikan bekal kesiapsiagaan bagi masyarakat. Namun, pada sistem ini pemerintah harus jeli melihat kebutuhan masyarakat. Untuk menanggulangi bencana. Pemerintah mesti mengacu pada peta bahaya atau peta risiko bencana. Sehingga mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan akan tepat sasaran. Melalui kolaborasi dua sistem koordinasi ini, jika dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan memiliki rasa saling membutuhkan, maka akan tercipta keharmonisan dalam memanajemen bencana. Seperti tagline yang pernah digaungkan di bidang kebencanaan: living harmony with disaster. Seluruh lapisan masyarakat harus menyadari dan tanggap terhadap bencana. Kita hidup di negara yang memiliki 1001 jenis bencana alam. Maka usaha untuk menanggulanginya harus betul-betul melibatkan semua unsur. (qn/*Dosen Survei dan Pemetaan Politeknik Sinar Mas Berau Coal)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: