Mampukah Kandidat Menjawab Aspirasi Warga Bumi Batiwakal?
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman, Rina Juwita-istimewa-
Oleh: Rina Juwita
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Mulawarman
NOMORSATUKALTIM - Debat pertama pemilihan bupati Kabupaten Berau 2024 pada 26 Oktober lalu cukup sukses mencuri perhatian publik.
Dengan tema besar tentang layanan publik, reformasi birokrasi, dan pengembnagan sumber daya manusia, kedua pasangan calon, Sri Juniarsih-Gamalis (Sri-Gamalis) dan Madri Pani-Agus Wahyudi (Madri-Agus), memanfaatkan panggung debat ini untuk memaparkan visi, misi, dan ide mereka.
Namun, yang lebih menarik adalah bagaimana masing-masing pasangan calon menyampaikan pesan mereka dengan gaya komunikasi yang kontras.
Sri-Gamalis, yang merupakan petahana, memilih pendekatan yang lebih ‘kalem’ dan penuh dengan narasi kesinambungan.
Mereka berbicara tentang capaian-capaiaan yang telah mereka raih, sembari menekankan perlunya kesinambungan untuk menjaga stabilitas.
Di sisi lain, Madri-Agus tampil dengan gaya komunikasi yang lebih kritis dan tegas, mengangkat isu transparansi, korupsi, dan perbaikan layanan publik.
Jika dilihat dari kacamata komunikasi politik, Sri-Gamalis lebih mengandalkan ethos-citra kredibilitas sebagai pemimpin yang sudah berpengalaman.
Sementara itu, Madri-Agus mengedepankan logos atau argumentasi logis yang terstruktur, terutama melalui kritik berbasis data.
Dalam salah satu segmen debat, Sri Jurniarsih menekankan pentingnya kesinambugnan kebijakan layanan publik yang sudah ada, seperti pengembangan fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Namun, pendekatan ini dianggap oleh sebagian publik kurang ‘mengigit’.
Banyak yang merasa narasi pencapaian tersebut terlalu umum dan tidak memberi detail yang jelas tentang bagaimana layanan publik tersebut benar-benar berdampak pada kehidupan sehari-hari warga Berau.
Bagi pendukung Sri-Gamalis, hal ini mungkin dianggap cukup karena mereka menganggap kestabilan lebih penting.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: