Menanti Surat Isran

Menanti Surat Isran

Drama Sekprov Kaltim seyogianya harus segera disudahi. Apakah keputusannya M Sabani, yang saat ini sebagai Plt, atau Abdullah Sani yang sudah dilantik Kemendagri Tjahjo Kumolo pada 16 Juli 2019. Hampir 6 bulan tanpa kejelasan. ------------------------------------ SENIN siang menjelang sore, 23 Desember, mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak (AFI) masih tampak bersemangat di usianya yang tak lagi muda. Ia bersama rombongan DPR RI asal Kaltim lainnya menyambangi Kantor Gubernur Kaltim, antara lain Hetifah…. Gubernur Kaltim Isran Noor menyambut kedatangan rombongan. Mereka membahas berbagai persoalan terkait proyek strategis nasional, antara lain tentang rencana pembangunan jalan tol Samarinda-Bontang dan ibu kota negara (IKN). Kemudian, pada reses kali ini, Awang juga mempertanyakan soal polemik sekretaris provinsi (Sekprov) Kaltim yang sudah devinitif namun belum difungsikan. Awang meminta untuk segera disudahi. “Kami mempertanyakan kapan masalah mengenai Sekprov ini selesai. Tidak bagus kalau Gubernur bekerja sendiri saja. Penting adanya Sekprov,” kata AFI, dalam kunjungannya ke Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada itu. AFI menyarankan agar dilakukan seleksi ulang. Kalau memang Isran masih bersikeras dengan pilihannya menjadikan Sabani sebagai Plt Sekprov. Ia pun menceritakan polemik yang terjadi saat dirinya masih menjabat sebagai Gubernur Kaltim. “Waktu zaman saya dilakukan assessment. Hasilnya tiga orang memenuhi syarat. Terpilihlah satu orang terbaik bernama M Sabani. Tapi (nama) yang keluarkan bukan Sabani, tapi orang lain. Saya minta pernyataan tegas oleh Gubernur Kaltim terkait polemik ini,” bebernya. Menanggapi pertanyaan yang disampaikan AFI, Isran Noor tidak membeberkan secara gamblang alasan dirinya tidak mengaktifkan Sekprov definitif. Ia mengaku akan membuat jawaban tertulis secara tertutup kepada DPR RI. “Saya tidak bisa jawab secara terbuka, karena di sini banyak wartawan. Nanti digoreng sama mereka. Jadi saya akan menjawab secara tertulis kepada Pak Awang Faroek Ishak. Masalah sekprov ini berkaitan dengan masalah yang sensitif. Jadi saya minta ampun kepada teman-teman wartawan,” tegas Isran. Alasan Isran tidak memberikan jawaban tersebut secara gamblang, karena dirinya tidak ingin menyinggung perasaan orang lain. Meski begitu, ia menegaskan akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. “Kalau saya bicara terbuka di sini, sampai ke mana-mana. Mungkin saja ada yang tersinggung. Daripada nanti ada yang tersinggung lebih baik tidak saya jawab. Persoalan Sekprov Kaltim akan segera saya selesaikan,” katanya. Ia mengungkapkan, sebenarnya pada Januari atau Februari mendatang, orang nomor satu di Kaltim itu akan menemui Mendagri, Presiden dan sekretaris negara. Namun, saat kunjungan Joko Widodo (Jokowi) ke Kaltim, Isran sudah berbincang banyak dengan Jokowi mengenai Sekprov Kaltim ini. “Sebelumnya kami sempat ngobrol-ngobrol. Presiden menyampaikan jangan menunggu enam bulan untuk melakukan evaluasi. Lebih baik diputuskan,” cetusnya. Isran Noor juga mengaku telah bertemu Jusuf Kalla. Saat itu masih menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia. Ia meminta waktu selama enam bulan agar jabatan Sekprov Kaltim diisi dengan Plt. Setelah enam bulan, Isran Noor akan kembali bertemu presiden untuk membahas evaluasi kinerja Plt Sekprov Kaltim. “Saya sebenarnya punya kesepakatan dengan wakil presiden waktu itu dan mendagri yang lama. Pak Tjahjo Kumolo. Enam bulan lanjut nanti dievaluasi. Tapi ini nanti tidak akan saya lanjutkan,” pungkasnya. ***** Terkait seleksi ulang itu, menurut pengamat hukum dari Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah, Isran tak serta merta bisa melakukan itu. Karena secara hukum, Abdullah Sani masih sah sebagai sekprov. "Sebelum Keppres 133 yaitu pengangkatan Sani dicabut, ya masih sah sebagai sekprov," terang Herdi. Surat pelantikan sekprov tersebut, kata Herdi, ditandatangani oleh presiden, sehingga hanya presiden yang bisa menganulir atau mencabut status Abdullah Sani sebagai sekprov definitif. Menurutnya, langkah hukum lain sebenarnya bisa ditempuh. Pertama, Sani menggugat ke PTUN terkait penolakan dirinya menjadi Sekprov. Kedua, Sabani juga bisa melakukan hal serupa kepada Kemendagri yang menerbitkan surat pengangkatan pada Sani, karena hasil tes nya memiliki nilai tertinggi. Baik Sani maupun Sabani memilih enggan komentar soal ini. Keduanya menyerahkan kepada gubernur. Kembali ke Herdi, hanya ada dua cara mencabut Keppres itu. "Diubah sendiri oleh presiden alias pemberhentian Sani, atau dibatalkan melalui PTUN. Jadi bola itu di presiden, bukan Isran," sebutnya. AWAL KISAH Drama Sekprov Kaltim bermula di penghujung kepemimpinan Awang Faroek Ishak. Kala itu, AFI membentuk pansel pemilihan Sekprov, akhir Agustus 2018. Tiga nama diserahkan ke Kemendagri. Mereka adalah Abdullah Sani, M Sabani dan M Aswin. Belum sempat ditentukan, pilkada berjalan. Pengumuman ditunda. Hingga akhirnya Isran Noor menjadi gubernur. Kekosongan Sekprov diisi oleh Pelaksana Tugas. Meiliana. Pada 10 Oktober 2018 masa Meiliana menjadi Plt diperpanjang. Bulan depannya, keluar Keppres 133/TPA. Isinya mengesahkan Abdullah Sani sebagai Sekprov Kaltim yang baru. Gubernur diminta untuk lakukan pelantikan. Isran mengindahkan isi surat itu. Justru, Isran melantik M Sabani sebagai Plt Sekprov menggantikan Meiliana yang pensiun Juni 2019. Hingga kini posisi Sabani tak tergantikan. ***** Setelah pelantikan Abullah Sani tersebut, Isran dikonfirmasi oleh sejumlah wartawan. Namun Isran menunjukkan jawaban jenaka. Yang kemudian dianalisa oleh berbagai kalangan di media sosial. Bahkan menjadi meme yang ramai dishare di grup-grup WhatsApp. Bahkan, tak sedikit yang memparodikannya. Sebagian kalangan membela, itu cara Isran untuk menghindar dan tidak memperumit masalah. Tak hanya Isran, Abdullah Sani yang tertangkap kamera berada di Hotel Senyiur menghadiri acara Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Senin (15/7/2019) pagi pun memilih menghindar. “Saya enggak mau komentar dulu,” katanya singkat. Bahkan media ini berulang kali meminta konfirmasi via WhatsApp, jawabannya sama. "Nanti dulu ya," kata Sani. Hingga sekarang. SOAL GAJI Dari data yang dihimpun Disway Kaltim, jumlah gaji plus tunjangan sekprov per bulan mencapai Rp 50 juta. Bahkan lebih. Itu pun dilihat berdasarkan golongan kepangkatan PNS yang diatur sesuai undang-undang. Misalnya PNS golongan IVa (pembina) berbeda dengan IVb hingga IVe. PNS golongan IVa dengan masa bakti 32 tahun memiliki gaji pokok Rp 4,762.000 per bulan, kemudian IVb Rp 4.963.40, IVc Rp 5.173.400,IVd Rp 5.392.200 dan IVe Rp 5.620.300. Belum lagi dengan tambahan penghasilan pegawai (TPP) yang diatur sesuai Pergub Kaltim Nomor 2/2014. Khusus jabatan struktural seperti sekprov berhak mendapat TPP Rp 35.000.000 per bulan. Itu belum seberapa. Dalam analisa standar belanja (ASB), sekprov juga berhak memperoleh honor dari setiap kegiatan di sekretariat daerah. Itu baru pemasukan di luar perjalanan dinas. Untuk perjalanan dinas berdasarkan Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 090/K.13/2016, besaran untuk pejabat eselon I dibedakan. Misalnya perjalanan dinas dalam daerah, sekprov mendapat Rp 1,4 juta per hari. Sementara untuk luar daerah Rp 2,75 juta per hari. Sehingga take home pay per bulan diperkirakan mencapai Rp 50 juta. Munculnya Interpelasi Anggota DPRD Kaltim periode 2019-2024 ketika baru saja dilantik dan susunan alat kelengkapan dewan (AKD) terbentuk, langsung menyoroti polemik Sekprov. Adalah Syafruddin. Ketua Fraksi PKB yang menginisiasi. Ia mencoba menggalang dukungan. "Ini saya lagi minta tanda tangan anggota-anggota yang lain, supaya kuorum untuk ajukan interpelasi," tutur Syafruddin usai keluar dari lift DPRD Kaltim, pertengahan Oktober 2019. Empat fraksi sepakat interpelasi. PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golkar, mengambil langkah. Mereka menggalang dukungan. Sebanyak 21 anggota dewan ikut bertanda tangan. Mendorong interpelasi terhadap Isran. Usulan pun disampaikan ke pimpinan DPRD. Sayangnya ditolak. Karena belum ada tata tertib dewan. “Kalau dari proses pengusulan oke saja. Tapi tata tertib kan belum final. Sedangkan dalam surat pengajuan, mereka menggunakan dasar hukum tata tertib. Tata tertib kan dalam proses konsultasi dengan Kemendagri,” ucap Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo, Rabu (18/12/2019). BUKAN BARANG BARU Kasus yang menimpa Abdullah Sani, Sekprov Kaltim yang baru dilantik Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Selasa (16/7/2019) kemarin, dan sempat tertunda dari akhir 2018 lalu, lantaran Gubernur Kaltim terpilih Isran Noor tak sependapaT, hampir mirip dengan kasus Irawansyah, Sekda Kutai Timur (Kutim). Saat itu, pada 2016 lalu, terjadi beda pandangan antara Ismunandar, bupati terpilih, dengan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Menurut Ismu, proses penyaringan Sekda Kutim berjalan transparan dan sesuai amanat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) agar dilakukan lelang terbuka. Dibentuklah tim seleksi (Timsel). Ada lima calon yang mengikuti seleksi itu, yakni Edward Azran, yang saat itu menjabat sebagai Asisten Administrasi Umum Setkab Kutim; Syafruddin yang menjabat sebagai Asisten Pemerintahan Setda Kutim; Irawansyah sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim; serta Drs H Mugeni dan Ir Hj Yulianti. Dari 5 calon tersebut, pansel memilih tiga nama; Edward Azran, Syafruddin dan Irawansyah. Ketiga nama itu selanjutnya diserahkan kepada Bupati Kutim Ismunandar. Nah, Bupati Ismunandar yang kemudian berkoordinasi dengan Gubernur Awang Faroek Ishak dan Komisi ASN. Konflik justru terjadi antara Ismunandar dan Awang Faroek. Ismu bersikukuh memilih Irawansyah, karena menurutnya memiliki nilai tertinggi. Sementara Awang Faroek memutuskan Edward Azran dengan alasan yang sama; sesuai dengan hasil seleksi yang dilaksanakan pansel. “Itu sudah hasil seleksi. Sesuai dengan UU ASN. Tidak bisa ditolak lagi,” kata Awang, saat itu. Namun, akhirnya Ismunandar tetap melantik Irawansyah di Kutim tanpa dihadiri Gubernur Awang Faroek. Pada kasus Abdullah Sani, justru Gubernur Isran Noor yang menganggap nilai tertinggi diraih M Sabani. Sementara Kemendagri mengambil langkah tegas karena sudah berbulan-bulan Sani tak dilantik-lantik, padahal sudah ada surat keputusan dari Kemendagri. Kasus yang hampir sama juga terjadi pada periode kepemimpinan Awang Faroek. Yakni, saat Adi Darma tiba-tiba dicopot dari jabatannya sebagai Sekda Bontang oleh Sofyan Hasdam yang saat itu menjabat Wali Kota Bontang. Sofyan beralasan bahwa hubungannya dengan Adi Darma tidak harmonis dan ada dugaan Adi Darma akan ikut Pilkada Bontang. Saat itu, Awang meminta Sofyan untuk menahan diri, sementara Sofyan bersikukuh ingin mengganti Adi Darma. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: