Catatan Perjalanan di Negeri Tirai Bambu (1); Ketinggalan Pesawat

Catatan Perjalanan di Negeri Tirai Bambu (1); Ketinggalan Pesawat

Kesan pertama sulit terlupa. Meski kadang berbuah malu. Tertinggal pesawat dalam perjalan panjang menuju Tiongkok, mungkin hanya sekian orang yang mengalaminya.

Baharunsyah, Singapura.

ALARM seluler sudah berbunyi. Dua jam sebelum waktu keberangkatan. Pukul 04.00 WITA saya sudah bersiap menuju bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan. Surau-surau sudah ramai. Menanti menit berkumandangnya azan. Sebelum itu saya sudah bertolak menuju bandara.

Kira-kira pukul 04.30. Nahas. Di tengah perjalanan, mobil travel justru alami kendala. Mesin tak menyala. Susah mencari driver online di waktu dinihari. Saya pasrah. Mobil akhirnya menyala. Sekitar pukul 05.40 Wita saya sampai di bandara.

Waktu untuk check in sudah lewat. Boarding pass sudah tidak diperbolehkan. Panik? Sudah pasti. Bukan hanya soal schedule penerbangan. Tapi paspor dua orang yang nantinya terbang bersama justru ada sama saya.

Itu adalah paspor Eko Prasetyo dan Muhammad Zamakhoiri Hakim. Karyawan PT Cahaya Fajar Kaltim (CFK) yang ikut perjalanan panjang menuju Tiongkok.

Beruntung saya punya rekan pengusaha travel yang bisa mencarikan tiket pesawat pengganti di jam terdekat. Sebab pukul 10.00 WIB kami sudah harus terbang dari Bandara Juanda Surabaya menuju Changi Airport Singapura. Kemudian bertemu rombongan di sana.

Tiket terbeli. Saya pun terbang menuju Bandara Juanda menghampiri rombongan.

Pukul 10.10 kami bertolak dari Bandara Juanda Surabaya menuju Changi Airport Singapura. Menggunakan maskapai Singapore Airlines dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam perjalanan. Pukul 13.40 kami tiba di Changi Airport. Rombongan CFK sudah menanti.

Pesawat baru akan terbang pukul 1.15 dini hari waktu setempat. Pukul 00.00 rombongan sudah harus tunjukkan boarding pass.

Bandara internasional Changi Airport Singapura sangat ramai. Pernak pernik Natal dipasang di semua sisi. Mulai dari pohon Natal sampai gantungan. Bahkan, beberapa penumpang yang turun menyempatkan berfoto.

Sembari menanti jam penerbangan, guide atau pemandu kami mengajak jalan-jalan sehat berkeliling Singapura. Menggunakan mass rapid transport (MRT) atau kereta cepat massal. Dengan kecepatan sekitar 100 kilometer per jam.

Rute pertama kami adalah mencari makan siang di Orchard Road. Sepanjang perjalanan menggunakan MRT kami disuguhkan pemandangan infrastruktur Singapura yang pesat. Merinding saya. Sekaligus iri. Negara yang luasnya tidak sampai seperempat luas Indonesia ini justru lebih maju dan pesat. Beragam etnis mengikuti perjalanan kami. Mulai dari India, Melayu sampai Tionghoa.

Tibalah kami di Orchard Road. Sebuah jalan di Singapura yang merupakan pusat retail dan hiburan. Jalan ini merupakan tempat yang menarik wisatawan. Sering juga disingkat sebagai Orchard.

Gedung-gedung menjulang. Seperti hendak menantang tingginya langit. Kawasan ini padat dan ramai oleh pejalan kaki. Satu pemandangan menarik. Ada Bank BNI di sini.

"Percuma saja ada bank dari Indonesia kalau uang yang keluar juga dollar," kelakar Eko. Teman perjalanan saya dari Surabaya.

Tibalah kami di tempat makan yang menyajikan masakan nusantara. Ayam presiden namanya. Menu khas Indonesia seperti lalapan, rawon hingga es teler dan campur tersedia.

“Puas-puasi makan di sini, nanti di Tiongkok kita enggak nemu menu yang begini," ucap Direktur Keuangan PT Kaltim Electric Power (KEP) Marsudi Sukmono. Saya pun memesan lalapan.

Sekitar pukul 18.50 kami bergegas meninggalkan Orchard. Kembali menaiki MRT menuju Changi Airport. Di sini, semua rute dan tempat saling terhubung oleh jalur MRT.

Ada sekitar 32 distrik yang harus kami lalui. Risikonya, kami harus berdiri dalam kereta. Lalu berjalan mengganti kereta untuk transit di stasiun lain. Sekitar 50 menit. Cuma sedikit duduk. Itu pun saat di stasiun untuk menunggu kereta.

Sekitar pukul 19.00 kami sampai di Changi Airport. Pukul 20.00 kami check in. Ada jeda waktu empat jam menunggu hingga tengah malam. Suntuk? Tak juga. Kami menghampiri Jewel Changi Airport.

Destinasi wisata air terjun indoor pertama di dunia. Tingginya sekitar 40 meter. Dikelilingi oleh taman buatan. Saat itu malam. Air terjun dihiasi dengan perpaduan gradasi warna biru, ungu dan merah yang cantik dan saling bergantian. Semua mata yang menyaksikan takjub dengan keindahannya.

Hampir semua anggota rombongan menyempatkan mengabadikan momen dengan berfose. Saya pun demikian.

Selesai berfose kami ke ruang tunggu penumpang menanti boarding pass.

Empat jam menunggu. Waktu yang cukup untuk beristirahat. Lelah kami saat itu terbayarkan. Pukul 00.45 kami boarding pass. Dari luar, suara mesin pesawat sudah menyapa. Menjadi kawan perjalan panjang menuju negeri Tiongkok. Petualangan pun dimulai. (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: