KASN Prediksi Pelanggaran Netralitas ASN Naik Lima Kali Lipat di Pemilu 2024

KASN Prediksi Pelanggaran Netralitas ASN Naik Lima Kali Lipat di Pemilu 2024

Ilustrasi - Aparatur Sipil Negara (ASN)-(Freepik)-

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilu 2024 diprediksi naik lima kali lipat dibanding pada Pemilu serentak tahun 2020 lalu.

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto memprediksi, jumlah pelanggaran netralitas ASN mencapai 10.000 kasus pada Pemilu 2024.

"Angka tersebut merupakan potensi pelanggaran yang diprediksi, dibandingkan dengan Pilkada serentak 2020," kata Agus, dikutip dari Antara, Kamis (11/1/2024).

Agus menjelaskan, angka tersebut diperoleh dari rasio pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020 yang berlangsung di 270 daerah. Saat itu, pelanggaran netralitas ASN yang cukup tinggi, mencapai 2.304 kasus.

Jumlah pelanggaran diprediksi naik lima kali lipat di 2024. Mengingat pelaksanaan Pemilu 2024 berlangsung di 548 daerah dengan berbagai tingkatan pemilihan. Mulai dari pemilihan DPD, DPRD, DPR RI, hingga pemilihan presiden.

Dalam analisisnya, pelanggaran berpotensi terjadi lebih banyak di 10 daerah yang masuk dalam kategori rawan pelanggaran netralitas.

"Potensinya tadi, petanya ada 10 kabupaten/kota terbesar. Mulai dari Purbalingga kalau di tingkat kabupaten, kemudian tingkat provinsi ada Sulawesi Tenggara, itu daerah yang akan kita pantau terus," kata dia.

Ada pun jenis pelanggaran netralitas yang mendominasi pada Pemilu 2024 ini adalah pelanggaran melalui platform media sosial pribadi ASN.

Agus mengingatkan bahwa pelanggaran netralitas tersebut akan berbuah sanksi tegas dan berdampak terhadap karir ASN yang bersangkutan.

"Kalau itu terjadi tentu kami akan tegaskan bagi yang terkena sanksi, harus segera dilakukan sanksi oleh BPK. Kalau itu kemudian tidak dilakukan maka kami akan melaporkan ke BKN untuk diblokir kepegawaian," kata Agus. 

Dampaknya, ASN yang disanksi tidak bisa promosi jabatan, tidak bisa mengurus pensiun dan kehilangan berbagai haknya.

"Itu konsekuensi yang berat dan tidak main-main," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: