Kak Seto Sebut Perundungan Marak karena Ada Pembiaran
Seto Mulyadi atau Kak Seto -ANTARA-
NOMORSATUKALTIM – Maraknya perundungan (bullying) di lingkungan sekolah akhir-akhir ini kata Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto akibat adanya pembiaran.
Kak Seto menyebut, sejatinya Undang-Undang Pidana Anak sudah mengakomodir kasus perundungan. Namun, selama ini masih kurang popular. Sbelum ada pelaku perundungan yang dijerat dengan UU tersebut.
"Fenomena gunung es ini terjadi karena adanya pembiaran, karena ada kesempatan pada pelaku," kata Kak Seto pada jumpa pers LPAI tentang perlindungan anak secara, Senin (9/10/23), dilansir dari Antara.
Menurutnya, selama ini beberapa seperti sekolah, bahkan orang tua kerap memaklumi perilaku anak kecil yang melakukan kekerasan fisik terhadap anak yang lain. Bertengkar masih dianggap sesuai yang wajar.
"Beberapa sekolah mengatakan namanya juga anak, namanya juga laki-laki, jadi kekerasan justru diinspirasi kekerasan yang dilakukan oleh guru dan orang tua,” tukas Kak Seto.
Semestinya, perlu ada ketegasan sikap guru atau orang tua untuk tidak mentoleransi kekerasan yang dilakukan anak.
Ia menambahkan, pola asuh dan pola didik orangtua terhadap anak juga perlu lebih diperhatikan. Salah satunya adalah memberikan apresiasi terhadap anak yang melakukan hal-hal positif, meskipun terhadap hal-hal kecil yang dianggap sepele.
"Seringkali kekerasan juga terjadi karena tidak adanya apresiasi dari orang tua atau gurunya," tegasnya.
Untuk itu, Kak Seto selaku Ketua LPAI bersama Akademi Suluh Keluarga, Perkumpulan keluarga pendidikan (Kerlip), dan Asosiasi Sekolahrumah dan Pendidikan Alternatif (Asah pena) merekomendasikan empat hal untuk mencegah anak melakukan perundungan.
Pertama, yakni pelatihan terkait hak anak, sistem peradilan anak dan pedoman pemberitaan ramah anak. Tidak hanya pada wartawan tetapi pada seluruh pengguna media sosial.
Kedua, mendesak Dewan Pers untuk lebih aktif memastikan pemahaman dan penegakan pedoman pemberitaan ramah anak.
Ketiga, mendesak dinas pendidikan tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk secara proaktif melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2022. Serta menyediakan dukungan sarana dan prasarana bagi satuan pendidikan untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).
Keempat, mendesak pemerintah pusat untuk kembali menghidupkan direktorat kepengasuhan guna kembali menggiatkan pengasuhan atau parenting.
Untuk diketahui, Undang-undang berlaku yang dapat menjerat pelaku perundungan antara lain adalah Pasal 351 KUHP tentang Tindak Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, dan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang Perundungan yang Dilakukan di Tempat Umum dan Mempermalukan Harkat Martabat Seseorang.
Lebih lanjut ada juga pasal yang mengatur tentang tindak bullying yang mengarah ke pelecehan seksual yaitu Pasal 289 KUHP tentang Pelecehan Seksual.
Bahkan cyber bullying atau perundungan di dunia maya juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sanksi bagi pelaku cyber bullying terdapat dalam pasal Pasal 45 ayat (3), yang berbunyi ‘Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: