Warga GPA: Wali Kota Balikpapan, Mana Janjimu
Mengutip Perda Kota Balikpapan Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyediaan dan Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas pada Kawasan Perumahan, di Pasal 5 Ayat (2) huruf e disebutkan, pengembang perumahan diwajibkan membangun 4 persen dari 40 persen yang tergambar dalam rencana tapak prasarana, sarana, dan utilitas untuk bendungan pengendali.
Karena itu, warga perumahan GPA juga mendesak Pemerintah Balikpapan membuka data-data perizinan dan amdal serta sejumlah kewajiban lain yang tertuang dalam aturan. Apakah para pengembang terkait sudah memenuhi syarat atau belum.
Kerugian Psikologis dan Materil
Warga terdampak lain, Agus Indarto, berkisah, rumahnya terendam air setinggi 2 meter lebih. "Habis barang-barang saya, tidak bisa diselamatkan," ujarnya. Bahkan, untuk menganalogikan kerusakan barangnya, ia menyebut kasurnya sudah jadi bubuk. Terlalu lama terendam.
Agus bilang, kerugian tak hanya materil tapi juga immateril.
"Terutama psikologis anak-anak. Tiga bulan kami terendam, tentu saja psikologis kami dan anak-anak terganggu," ujarnya, sambil menunjuk rumahnya yang terendam. Istrinya juga sering sakit-sakitan karena beban pikiran.
Ia terpaksa pindah sementara di lingkungan sekitar. Yang ternyata airnya juga merembet ke rumah sementaranya. "Tinggal sejengkal lagi, terendam juga," katanya.
Saat ditanya kompensasi apa yang diterima selama ini, ia tertawa. "Siapa yang ngasih kompensasi? Tidak ada. Dari pengembang atau Pemkot tidak ada sepeser pun," ungkapnya.
Ia bersama warga lain mendesak Pemerintah Balikpapan bisa segera mengambil tindakan. Bukan sekadar janji tanpa bukti. Dengan kewenangan kekuasaan dan anggaran yang dimiliki, termasuk dana tak terduga atau DTT, selaiknya masalah ini bisa segera dituntaskan.
Penanggulangan Bencana
Jika mengacu UU Penanggulangan Bencana No 24 Tahun 2007, ada 3 jenis bencana yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Adapun bencana didefiniskan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Mengacu aturan tersebut, kasus perumahan GPA, telah masuk kategori bencana. Yang solusinya, perlu campur tangan pemerintah.
Mengutip Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang diterbitkan BNPB, dijelaskan, dalam menetapkan suatu wilayah karena ancaman/kejadian dapat dinyatakan dalam keadaan darurat bencana atau tidak, diperlukan indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai kriteria.
“Merujuk pengertian bencana pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, memberikan pengertian bahwa satu peristiwa atau rangkaian peristiwa dapat dinyatakan bencana jika telah memenuhi unsur mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Penentu pokok yang harus terpenuhi dalam menetapkan suatu wilayah masuk dalam status keadaan darurat bencana adanya unsur yang mengganggu kehidupan dan penghidupan.” Begitu bunyi Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana, yang diterbitkan BNPB.
Dalam poin lain disebutkan, “Gangguan penghidupan adalah suatu kondisi yang mengakibatkan adanya kerusakan prasarana dan sarana, kerusakan lingkungan, kerugian, dan dampak psikologis. Apabila suatu peristiwa telah memenuhi unsur menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, serta memerlukan tindakan segera dan memadai, maka situasi ini dapat dinyatakan dalam keadaan darurat bencana.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: