Warga GPA: Wali Kota Balikpapan, Mana Janjimu
Buka Data Perizinan
Warga dan gabungan elemen mahasiswa sepakat akan melakukan aksi pada 21 September mendatang. Menuntut dua hal, realisasi pembuatan saluran air dan membuka data perizinan perumahan.
Diduga, ada yang janggal dari proses perizinan. Termasuk soal analisa dampak lingkungan aka Amdal. Kasus terendamnya perumahan selama berbulan-bulan, menjadi sejarah pertama di Balikpapan. Sejarah yang terjadi di era Rahmad Mas’ud.
Dari informasi warga, sebelum perumahan berdiri, kawasan tersebut tidak bertuan.
Merunut sejarahnya, Perumahan GPA berdiri di atas lahan hutan yang dipangkas sekitar tahun 1999. Perumahan itu dibangun di rentang tahun 2001-2004. Saat itu sudah ada parit alam sebagai saluran pembuangan air.
Beberapa tahun berselang, di sebelah GPA dibangun perumahan Daun Village, tahun 2007. Dalam prosesnya tidak ada masalah. Namun, beberapa waktu lalu pihak Daun Village melakukan land clearing atau pengupasan lahan dan menutup saluran air dari perumahan GPA.
Alhasil, warga GPA kebanjiran. Tapi dua pengembang saling lempar tangan. Pihak Daun Villlage berpendapat itu lahan mereka, karenanya bebas melakukan apa saja. Termasuk menutup saluran air dari perumahan GPA. Pengembang GPA juga lempar batu karena merasa bukan mereka yang menutup.
"Kami tidak mau campur tangan dengan persoalan antara pengembang. Yang kami minta solusi konkret untuk warga agar bisa kembali hidup normal seperti sebelumnya," jelas Tatik.
Mediasi Tanpa Solusi
Warga mengungkap, selama ini sudah beberapa kali dilalukan mediasi, tapi tidak ada solusi. Pertemuan dilakukan antara warga, Parlemen, dinas terkait dan dua pengembang, yakni GPA dan Daun Village.
Pada mediasi terakhir, sekitar 26 Juli lalu, sudah disepakati masalah banjir di lokasi perumahan GPA menjadi tanggung jawab pengembang. Kesepakatan itu juga menyebut pihak pengembang Daun Village bersedia membongkar dindingnya untuk dialiri genangan air dari GPA. Sedangkan pembuatan drainase menjadi tanggung jawab bersama.
Tapi kesepakatan tinggal kesepakatan, sampai kini tidak menemui titik terang.
Menurut pengungkapan warga, mediasi sudah dilakukan berkali-kali. Bahkan sudah banyak yang datang, tapi ujungnya hanya foto-foto. Tidak ada solusi ril memecahkan masalah. Warga mengaku lelah dengan janji-janji tanpa bukti.
Mengacu Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, disebutkan, pengembang perumahan diminta menyediakan RTH yang salah satunya berupa bendungan pengendali, sesuai rencana tapak Pemerintah Balikpapan.
Bahkan, bencana banjir yang selama ini terjadi di Balikpapan, dari hasil pemeriksaaan Dinas Perumahan dan Permukiman, disinyalir terjadi akibat bendungan pengendali di perumahan-perumahan yang tidak berfungsi baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: