Akbar Sitorus

Akbar Sitorus

Tidak lagi jadi anggota DPR nama Akbar tetap populer. Rasanya justru kian populer. Ia akan bisa kembali ke DPR. Kapan saja. Kalau ada partai yang mau. Atau, kalau ia juga mau.

Akbar memilih tidak mau jadi calon di Pemilu depan ini. Kini Akbar lagi membimbing lebih 100 politisi muda dari salah satu partai. Ia belum mau menyebut dari partai apa. Ia menjadi guru semacam sekolah politik. Pakai kurikulum. Mungkin seperti yang dilakukan Ahok –mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Bedanya sekolah politik milik Ahok menerima calon dari partai apa saja.

Yang dididik Akbar ini umumnya anak muda yang akan jadi calon anggota DPR/DPRD. Ada juga yang hanya ingin jadi aktivis di partai politik. Begitu Pemilu selesai sekolah ini berakhir.

Dari podcast-nya tentang BTS di Kemenkominfo itu terlihat bagaimana Akbar gemes pada kasus BTS. Sitorus mengimbangi dengan keterangannya yang membuat penasaran: soal hilangnya nama-nama orang yang terkait. Bahkan ada nama yang hilang bersama orangnya sekaligus.

Sitorus sempat melakukan riset serius soal jaminan kesehatan pada masyarakat. Selama dua tahun. Ia lakukan itu di Melbourne, Australia. Waktu itu, di Indonesia, jaminan kesehatan belum ada. Sifatnya masih belas kasihan. Ia terus berjuang. Agar belas kasihan itu jadi kewajiban.

"Setelah BPJS terbentuk barulah saya meninggalkan LSM bidang kesehatan. Lalu beralih ke LSM Audit Watch ini," ujarnya.

Tanpa disangka, Sitorus, secara pribadi, menikmati hasil perjuangannya di jaminan kesehatan itu. "Belakangan istri saya terkena kanker. Istri saya bisa terus melakukan kemo yang biayanya ditanggung BPJS," ujarnya. "Kanker kandungan," jawabnya.

Sang istri pegawai negeri. Sakit kanker pula. Bidang pekerjaan sang suami pun bukan yang bisa membuatnya orang berpunya. "Yang penting saya masih bisa makan," katanya.

Sitorus melihat angka-angka triliunan berseliweran di pekerjaannya.

Itu bukan dengan harapan untuk dapat kecipratan. (Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: