ISPO dan RSPO Jadi Sorotan

ISPO dan RSPO Jadi Sorotan

TANJUNG REDEB, DISWAY – Komisi II DPRD Berau, mempertanyakan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), milik perusahaan kelapa sawit Kuala Lumpur Kepong (KLK) Grup, karena diduga sebagai dalang pencemaran Sungai Segah. Seperti diketahui, dua perusahaan KLK Grup, yakni PT Satu Sembilan Delapan dan PT Hutan Hijau Mas, dihentikan sementara aktivitasnya karena ada indikasi kuat, sebagai penyebab Sungai Segah tercemar dan mengalami penurunan pH. Komisi II DPRD Berau, pun menggelar rapat dengar pendapat, dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, membahas temuan tim Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) pada Kamis (21/11) kemarin. Wakil Ketua Komisi II DPRD Berau, Andi Amir Hamsyah mengatakan, ada lima poin kesepakatan dalam hearing atau rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah OPD, serta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terkait pencemaran sungai, Kamis (21/11). “Dari lima poin itu, salah satunya terkait ganti rugi akibat pencemaran,” katanya usai RDP di Gedung DPRD BeraU.(selengkapnya lihat grafis) Selain itu, Lanjut Politisi Partai Golkar ini, penghentian sementara aktivitas saluran irigasi dan pemupukan dua perusahaan kelapa sawit KLK Grup, agar lebih dipertegas oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau. Bukan hanya sebatas lisan, namun dipertegas melaui hitam di atas putih pemberhentian aktivitas tersebut. Jika tidak diindahkan, pihaknya akan mengambil langkah tegas untuk menindaklanjutinya. “Karena pemberhentian itu, hanya sebatas omongan, tidak melalui surat tertulis. Dan kami juga sepakati, melakukan hearing kembali dengan mengundang pihak perusahaan,” tegasnya. Amir juga membeberkan, dari hasil survei dan kajian dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), kedua perusahaan terindikasi melakukan pencemaran Sungai Segah. Begitu juga dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) dan PDAM Tirta Segah, akan melakukan penelitian serupa sesuai tugas pokok dan fungsi mereka. “Tapi kita tidak bisa langsung menuduh tanpa bukti yang jelas, yaitu hasil uji laboraturium. Hasilnya bisa kita peroleh sekitar dua-tiga minggu,” bebernya. Lanjutnya, jika benar dan positif perusahaan perkebunan kelapa sawit menjadi sumber pencemaran sungai. Pihaknya akan mengambil sikap, dengan mendorong Pemkab Berau mengambil tindakan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku. “Kami akan menyoal ISPO perusahaan kelapa sawit. Kami akan menyurati dan mempertanyakan penertiban ISPO tersebut,” tegas Amir. Dia juga mengatakan, sejauh ini belum berdampak pada petani keramba atau pengusaha budidaya ikan. Tetapi, beberapa nelayan Sungai Segah mengalami penurunan hasil tangkap yang mempengaruhi penghasilan. “Ikan budidaya keramba ada saja yang mati, tapi belum menimbulkan kerugian signifikan. Namun sangat berdampak pada nelayan sungai. Mereka menuntut kompensasi perusahaan,” sebutnya. Sementara, Sekretaris Komisi II DPRD Berau, Sujarwo Arif Widodo mengatakan hal serupa. Selain ISPO, dirinya juga mempertanyakan sertifikasi RSPO milik KLK Grup. Pasalnya, poin terpenting dalam prosedur sertifikasi RSPO adalah pengelolaan lingkungan dan merupakan tuntutan pasar dunia dan peraturan di Indonesia. Harus memperhatikan beberapa aspek, mulai cara pengelolaan tanah, sistem penyemprotan, sistem pemupukan kelapa sawit, sistem panen, sistem pemeliharaan jalan, sistem pengelolaan lahan gambut untuk kelapa sawit. “Berarti, RSPO hanya sebatas legalitas saja, untuk memenuhi pasar dunia bukan aturan di Indonesia,” terangnya. Kepemilikan sertifikat RSPO bisa ditangguhkan (suspend), atau bahkan dicabut apabila pemilik sertifikat terbukti melakukan pelanggaran atas ketentuan yang dibuat RSPO. “Jika beberapa hasil survei dan kajian yang dilakukan instansi terkait benar, kami (DPRD dan pemerintah, Red.) akan memberikan surat ke RSPO di Jakarta untuk ditindaklanjuti,” terangnya. Pasalnya, Jarwo bersama DPRD Berau, khususnya komisi II akan mengawal dan mendorong Pemkab Berau mengusut tuntas pencemaran Sungai Segah hingga tuntas. Pasalnya, kejadian ini merupakan ketiga kali sejak 2015 silam. “Kami sudah komite mengawal ini hingga tuntas. Kami tidak mau lagi, persoalan pencemaran sungai muncul di lain waktu. Dan berharap ini terakhir kalinnya,” pungkasnya.(*/jun/app)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: