Dari Kursi Lari ke Mosi

Dari Kursi Lari ke Mosi

Nomorsatukaltim.com - Pada Oktober 2014, sebanyak 178 Anggota DPR RI, pernah melayangkan mosi tidak percaya ke pimpinan DPR. Saat itu, pakar hukum Tata Negara Rafly Harun menyatakan bahwa sikap tersebut tak memiliki landasan hukum.

Mosi tidak percaya dari dalam ke dalam, tidak memiliki legal standing. Mosi dianggap pendapat, yang bisa dilayangkan hanya dari anggota Parlemen kepada pemerintah. Mosi kepada pimpinan Parlemen dinilai hanya sebagai tekanan politik.

Kini, memasuki tahun politik sekaligus masa penghujung bagi anggota Parlemen Balikpapan periode 2019-2024, menuntut kinerja pembuktian pengabdian mereka pada masyarakat.

Sampai tahun ke-5 masa tugas ini, para anggota DPRD Kota Balikpapan Periode 2019-2024 dinilai berjalan cukup baik dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat.

Wabil khusus saat menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja eksekutif, penggunaan anggaran APBD dan pengawasan kinerja kepala daerah.

Selain sebagai fungsi pengawasan, seluruh aggota DPRD Balikpapan selama ini menjalin sinergi baik bersama kepala daerah dan jajaran di bawahnya.

Hal itu diutarakan Ketua Parlemen Balikpapan Abdulloh, saat berbincang dengan media ini, Rabu (22/2/2023) petang. Ia memastikan seluruh Komisi di DPRD selama hampir lima tahun telah menjalankan fungsinya masing-masing dengan baik sesuai aturan.

"Kinerja terkait pembentukan Perda, anggaran, kewenangan pengawasan, pengawasan pelaksanaan Perda. Termasuk pengawasan dalam segala bentuk kebijakan pemerintah daerah," ujar Ketua Parlemen dua periode ini. Ia memberi apresiasi terhadap kinerja mereka.

Apalagi, sambung Abdulloh, hasil kerja keras 45 Parlemen Balikpapan telah terbukti. Di antaranya, beberapa kali meraih penghargaan.

"Misalnya penghargaan Green Leadership Nirwasita Tantra Tahun 2021 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," ujar Abdulloh.

Sebelumnya kabar mengejutkan sempat datang saat syukuran HUT ke-26 Kota Balikpapan. Saat itu sejumlah kursi untuk anggota Parlemen kosong. Banyak yang bertanya, ada apa dengan kursinya.

Selang hari, informasi beredar beberapa anggota Parlemen dikumpulkan. Sumber media ini menyebut, ada kekecewaan lantaran tata letak kursi Ketua Parlemen lebih tinggi dibanding kursi anggota lain. Tapi sama-sama kursi VVIP.

Dari sana kemudian timbul gagasan untuk melempar mosi tidak percaya kepada Ketua Parlemen. Dikonfirmasi soal itu, Abdulloh tertawa.

"Kalau soal posisi kursi saat itu, kan panitia yang mengaturnya. Saya tidak tahu, namanya kita diundang, sebagai representasi wakil rakyat dan lembaga DPRD, ya harus datang kan," ujar Abdulloh.

Disinggung apakah dari sana lahir mosi kepadanya, lagi-lagi Abdulloh tertawa. Ia mengaku tidak tahu, justru melempar apresiasi kepada para anggota Parlemen lainnya.

"Ini tahun terakhir bagi kami bekerja untuk rakyat. Kami masih punya tanggung jawab menjalankan kepercayaan mereka. Dan anggota DPRD lainnya telah bekerja dengan baik," paparnya. Saat ini ia tetap fokus untuk menjaga marwah dan wibawa DPRD.

Namun, Abdulloh memastikan kondisi di lembaganya tidak seperti kabar miring yang diisukan. Isu gonjang ganjing keretakan anggota Parlemen ditepisnya.

"Kita semua baik-baik saja. Bekerja seperti biasanya. Namanya tahun politik. Kalau ada kabar miring ya, ditanggapi biasa saja. Kalau misalnya ada yang mendzalimi, ya biarin. Mau diapain," paparnya tertawa.

Sepanjang percakapan, ia terlihat gembira dan beberapa kali melempar tawa. Legislator Golkar ini lebih banyak mengisahkan perjalanan dan tantangannya dalam menahkodai lembaganya.

Ihwal beberapa fraksi yang mengajukan pendapat tidak percaya atau mosi tak percaya kepadanya, ia tak ambil pusing.

"Kalau memang mau diproses, ya proses saja. Kalau dicabut, ya cabut saja. Saya tetap fokus bekerja. Kalau ada beda pendapat ya wajar dong, gak mungkin semua kepala isinya sama. Yang penting terus bekerja untuk kepentingan warga," paparnya.

Jika mosi itu akan diproses Badan Kehormatan, Abdulloh tetap menanggapi santai. Ia menyebut ada yang memilih jalan pintas untuk dikenal masyarakat.

“Itu hanya kerjaan para pemalas yang tidak mau turun langsung ke masyarakat. Mau terkenal lewat media,” ujarnya. Ia tetap memilih untuk terus turun berinteraksi langsung dengan masyarakat.

Satu Fraksi Tarik Dukungan

Lima fraksi di DPRD mengajukan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Ketua Parlemen Balikpapan. Mereka menilai Abdulloh arogan dalam menjalankan kepemimpinannya.

Belakangan dari lima fraksi yang mengajukan mosi, satu fraksi mulai menariknya. Hanya tersisa empat fraksi. Yakni, PDIP, Demokrat, Gerindra, dan NasDem.

Legislator Demokrat, Mieke Henny, menyampaikan soal pendapat tidak percaya, itu.

"Selaku ketua fraksi saya Mieke Henny, Sri Hanna selaku wakil ketua dan Ali Munshir selaku Sekertaris. Kami sampaikan atas nama fraksi Demokrat Kota Balikpapan bahwa tertanggal 13 Februari 2023 lalu, kami fraksi Demokrat telah melayangkan surat kepada Ketua Badan Kehormatan atau Badan Kehormatan, karena ada 5 BK, ketua dan anggotanya, dan kami tembuskan kepada walikota dan yang bersangkutan yaitu ketua DPRD Balikpapan dan kepada partai Demokrat berupa file," ujar Mieke.

"Adapun surat kami perihal mosi tidak percaya. Mengapa kami menyampaikan mosi tidak percaya, karena menurut dan hasil evaluasi bahwa kebijakan pimpinan atau ketua DPRD Balikpapan untuk satu atau dua tahun terakhir sangat berubah, baik sikap dan kebijakannya," imbuhnya.

Ia meminta awak media untuk menelisik perubahan yang dimaksud. "Jadi silakan untuk mencari lebih jauh, apasih yang dimaksud berubah sikap dan kebijakan tersebut. Itu ranahnya dari Badan Kehormatan."

Saat dikonfirmasi, Ketua BK yang juga Sekretaris Fraksi Demokrat, Ali Munshir, mengamini adanya mosi itu. Pihaknya masih menanti untuk menindak lanjuti mosi tersebut. Namun, ia tidak menyebut poin di dalamnya. Sebab hal itu dianggap rahasia.

"Suratnya sudah masuk, tapi belum kita buka-buka. Nanti akan diverifikasi pelapor dan terlapornya. Kalau di BK, pengaduan namanya," ujar Munshir.

Ia bilang untuk isi, terlapor dan pelapornya, rahasia. Dalam Tatib dan Tataberacara, pimpinan dan BK harus merahasiakan konten isi, terlapor dan pelapornya," jelas Ketua BK itu.

Ali Munshir yang fraksinya ikut melayangkan mosi, mengakui tidak menjamin adanya bebas kepentingan. "Tidak ada yang menjamin terkait netralnya BK tetapi kami tetap menjalankan sesuai aturan kerja," tutur Ali dari balik gawainya, Kamis (23/2/2023).

Menjawab dengan kapasitas sebagai anggota fraksi, Ali Munshir bilang, mosi itu memiliki dasar hukum.

"Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018, pimpinan dewan atau anggota dewan atau masyarakat atau siapa saja boleh mengadukan siapa. Sekarang yang diadukan ini kan ketua dewan, ya ketua dewan yang diadukan. Yang mengadukan itu fraksi dan anggota fraksi," papar Ali Munshir.

Ia juga mengklaim pengajuan pendapat tidak percaya dari fraksi ada dasar hukumnya, "Jadi, tidak ada yang tidak berdasarkan legal standing. Semua ada legal standingnya. Ketua juga nanti memberi pembelaan diri, itu juga ada legal standingnya," jelasnya.

Mengenal Mosi Tidak Percaya dan Tinjauan Yuridis

Di kamus Cambridge, mosi tidak percaya dianggap sebagai peristiwa saat sebagian besar anggota parlemen tidak setuju dengan pemerintahan yang berwenang.

Ditilik dari HistoryExtra, mosi tidak percaya secara tradisi digunakan negara-negara dengan sistem pemerintahan parlementer.

Sebagai mosi parlementer, menunjukkan kepada kepala negara bahwa parlemen yang terpilih tidak lagi memiliki kepercayaan pada satu atau lebih anggota pemerintah yang ditunjuk.

Di beberapa negara, jika mosi tidak percaya dikeluarkan untuk seorang menteri, mereka harus mengundurkan diri bersama dengan seluruh dewan menteri.

Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia online, mosi adalah keputusan rapat, misal parlemen, yang menyatakan pendapat atau keinginan para anggota rapat.

Dalam KBBI dijelaskan, mosi tidak percaya dalam politik dinilai sebagai pernyataan tidak percaya dari Dewan Perwakilan Rakyat terhadap kebijakan pemerintah.

Jika dikaitkan hak-hak Anggota Dewan, hirarki dasar hukum tertingginya merujuk UUD 1945 Pasal 20A ayat 2. Di pasal itu dijelaskan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat di berikan hak Interplasi, Angket dan hak menyatakan pendapat.

Dari ketiga hak itu, mosi tidak percaya kerap dihubungkan dengan hak anggota dewan dalam menyatakan pendapat. Hak menyatakan pendapat ini bagian dari hak anggota dewan untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan Pemerintah, tindak lanjut atas hak interpelasi dan hak angket.

Singkatnya, mosi tidak percaya adalah hak anggota dewan untuk menyatakan pendapatnya atas ketidak percayaan kepada pemerintah.

Kalau merunut PP 16 tahun 2010, alur penghentian Ketua DPRD, sangat panjang, melelahkan dan bisa merembet ke pengadilan.

Jika mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang turunanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018, dijelaskan penghentian pimpinan DPRD menjadi kewenangan partai politik.

Pimpinan DPRD diberhentikan sebagai pimpinan dewan dalam hal partai politik yang bersangkutan telah mengusulkan pemberhentian sesuai ketentuan perundang-undangan. Bukan dari fraksi.

Sebagai perbandingan, pelbagai kasus di beberapa daerah di Indonesia soal mosi tidak percaya yang dilayangkan fraksi kepada Ketua Parlemen, kerap berujung pencabutan atau pembatalan. Sebab dianggap tidak memiliki dasar hukum, dan atau selesai dengan pendekatan politik. Hal itu hanya memicu kegaduhan.  (*)

Reporter: Muhammad Taufik/ Rudi Agung

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: