Mau Dibawa Kemana Per(hubungan) Kita?

Mau Dibawa Kemana Per(hubungan) Kita?

Oleh: Dwiyono Soeyono – Perwira Pelayaran Niaga   Terjadi lagi kecelakaan Kapal ferry. Tanggal 17 Juli 2022. KMP Nusa Penida terbakar. Satu orang tewas (https://www.tvonenews.com/channel/news/75300-kmp-nusa-penida-terbakar-satu-orang-tewas ) Lagi-lagi kecelakaan. Padahal pada tanggal 5 Juli 2022, terbit dokumen Laporan Hasil Evaluasi Pelaksanaan IM Nomor 8 Tahun 2021 dan Fungsi Keselamatan dan Keamanan Pelayaran Angkutan Penyeberangan. Ditujukan kepada: “Yang Terhormat” Bapak Menteri Perhubungan RI. Yang dibuat oleh Kepala badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan. Isinya tidak perlu dibahas secara rinci dalam artikel ini. Namun pihak pembuat laporan sebagai pejabat negara perlu diacungkan jempol karena sangat obyektif dan berdampak positif bagi tata kelola moda transportasi laut yang kompeten sesuai bidang keahliannya. Inti rekomendasinya adalah antara lain:

  1. Mengembalikan fungsi keselamatan pelayaran menjadi otoritas Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
  2. Organisasi Direktorat Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan menjadi bagian dari organisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Sayangnya dari rekomendasi di atas tidak tuntas. Sebaiknya juga ada rekomendasi tentang kualifikasi seorang Dirjen Perhubungan laut (Perla). Yang juga harus benar-benar sesuai kompetensi sebagaimana tertuang dalam undang-undang ASN. Karena sangat bisa terjadi, rekomendasi mangkrak akibat dari Dirjen Perla yang salah pilih dan tidak kompeten. Coba kita kaji dari sisi yang berbeda, yaitu mengenai teori tentang pembelajaran yang sudah populer: trial and error. Trial and Error secara bahasa berasal dari bahasa Inggris. Trial artinya Coba, and artinya dan, Error artinya salah. Dari sini kita bisa menyimpulkan kalau trial and error adalah salah satu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. (https://fitk.uin-malang.ac.id/trial-and-error-dalam-berbahasa-arab-wajar/) Dalam teori ini terdapat beberapa cara dalam pembelajaran yaitu:
  1. Pembelajaran dengan cara trial and error.
Karya Edward Lee Thorndike yang paling penting adalah seri educational psychology yang berjumlah tiga volume. Thorndike menyatakan pandangan bahwa tipe pembelajaran yang paling fundamental adalah pembentukan asosiasi-asosiasi (koneksi-koneksi) antara pengalaman inderawi (persepsi terhadap stimulus atau peristiwa) dan implus-implus saraf (respons-respons) yang memberikan manifestasinya dalam bentuk perilaku. Thorndike percaya bahwa pembelajaran sering terjadi melalui rangkaian eksperimen trial and error. Thorndike mulai mempelajari dengan serangkaian eksperimen yang dilakukannya terhadap hewan. Hewan-hewan yang berada dalam situasi yang bermasalah mencoba untuk mencapai tujuanya (misalnya; mendapatkan makanan, sampai ke tempat yang dituju). (Analisis Behavioristik (Edward Thordinke) dan Implementasinya dalam pembelajaran SD/MI, Hermansyah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) Bila kita benar-benar memahami teori Thordinke secara lengkap, maka kita akan dapat menerima dan memahami mengapa terjadi proses trial and error, dan harus diingat bahwa percobaan-percobaan ilmiahnya Thorndike mempelajari dengan serangkaian eksperimen yang dilakukannya terhadap hewan. Namun apa yang terjadi khususnya dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam bidang transportasi laut oleh oknum pejabat tinggi. Mungkin dapat dikatakan mencoba menyimpang dari teori Thordinke dan lebih mencoba membuat teori baru yaitu error and error. Dan tragisnya, eksperimen-eksperimen kebijakan justru bukan dilakukan terhadap hewan. Sungguh perilaku yang tidak “berbudi”. Betapa tidak, fungsi publik sudah dijalankan sesuai amanah Undang-undang agar menjalankan peran aktif masyarakat, antara lain dengan sudah mengingatkan: https://www.atjehdaily.id/25/07/2021/surat-terbuka-ketua-ikppni-untuk-presiden-republik-indonesia/ https://www.emaritim.com/2021/07/kecelakaan-kapal-di-indonesia-meningkat.html Artikel-artikel di atas dibuat adalah untuk menyelamatkan semua pihak dari malapetaka, karena banyak pemangku kebijakan yang tidak kompeten di dalam kementerian terkait transportasi. Kementrian terkait transportasi memang sedang mendapatkan rapor merah dari masyarakat atas kinerja layanan mereka. Bagaimana tidak, dari semua permasalahan yang yang harus dihadapi Kementrian tersebut tidak menemukan jalan keluar yang win-win solution. Yang sering muncul justru show off solutions. Setidaknya banyak pihak yang dirugikan dari beberapa keputusan sebagai eksperimen yang diambil oleh yang memiliki kewenangan membuat kebijakan transportasi. Dapat dinilai Kementerian terkait transportasi terlalu lamban menangani permasalahan yang berdampak secara sistemik dan berakibat banyak pihak dirugikan, khususnya pemangku kepentingan pengguna dan penyedia jasa moda transportasi atau masyarakat Indonesia. Seringkali yang muncul justru bukannya memberikan penjelasan yang runut dan logis, Kementerian yang menangani transportasi malah memberikan pembenaran yang membuat masyarakat geleng-geleng kepala, bukan mengangguk-anggukan kepala. Memang lucu! Bicara pasal-pasal hukum? Mungkin masyarakat sudah lelah dan wegah berargumentasi hukum terkait segunung peraturan-peraturan yang juga tidak kunjung tiba keadilan. Bak burung pungguk merindukan bulan. Namun asas equality before the law masih tetap dibawa ke mana-mana oleh sang kafilah. Kelalaian (oknum) dalam KUHP pasal berapa? Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” Dalam hukum pidana, kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati atau kealpaan disebut culpa. Cukup itu saja kali ini sang kafilah megingatkan pasal hukum sakti mandraguna sapujagat dunia. Bisa berlaku bagi pejabat setingkat pejabat tinggi? Tangan Sang Khalik bekerja. Dahulu ada istilah sakti mandraguna, mungkin kita sudah waktunya saat ini berani memunculkan istilah baru yaitu sakti mandratakberguna bagi tokoh oknum pejabat tinggi wanprestasi yang karya nya dapat dikategorikan tak berbudi. Karena sudah terlalu banyak jiwa warga negara yang dipertaruhkan dengan kebijakan-kebijakan yang salah dan salah lagi (Error and error). Mengapa tak berbudi? Karena uji coba kebijakan-kebijakan itu bukan dengan hewan, namun dengan manusia-manusia. Apakah poros maritim baik-baik saja? Poros maritim belum baik-baik saja dan mari kita perbaiki bersama dengan asas rekayasa kompetensi yang benar, bukan komptensi direkayasa. Menjadi manusia yang bermanfaat bagi rakyat, itulah cita-cita UU-ASN bagi para pejabat. Rakyat kompeten harus dipimpin pejabat kompeten. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: