Psikopat Versus Koruptor

Psikopat Versus Koruptor

SAYA sudah menonton film The Batman di hari pertama penayangannya. Open minded. Cocok menjadi momen berkontemplasi secara politik. Film ini merepresentasikan realitas yang ada saat ini. Korupsi yang menggila di Kota Gotham dan dilakukan secara terstruktur oleh para pejabatnya, sedikit tidaknya menunjukan gambaran wajah para elit. Penggambaran Batman di film debutan Mat Reeves sebagai sutradara memang diperlihatkan kelam. Sangat jauh dari gambaran superhero yang kita harapkan. Harus melawan musuh berotot besar. Mengeluarkan kekuatan super. Di akhir film musuh pasti kalah atau mati. Atau gambaran super hero yang penuh warna dan bersahabat atau friendly. Sebaiknya kesampingkan semua itu. Di sini yang ada justru sebaliknya. Teror terhadap penguasa korup adalah sasaran utama. Mulai dari wali kota, polisi sampai jaksa. Gambaran kota yang kelam. Benar-benar enggak ada cerianya ini film. Tapi ada satu adegan yang membuat saya agak bergidik menontonnya. Kejadian ini hampir-hampir mirip dengan fenomena jual beli kasus atau markus. Di mana diceritakan seorang jaksa terang-terangan menyebut nilai suap yang ia terima hanya demi menggagalkan sebuah kasus agar tidak diadili. Nilai suapnya cukup fantastis. Dan sudah ditebak. Ia jadi korban kebrutalan si villain, the Riddler. Dalam adegan ini saya sempat berfikir. Bagaimana seandainya karakter Riddler yang menjadi villain utama Batman ini hadir di dunia nyata. Akankah ia disambut bak pahlawan? Lantaran dianggap paling bisa membasmi para koruptor? Bayangkan jika Riddler ini adalah sosok nyata lalu bergabung di institusi KPK. Mungkin kinerja lembaga negara ini akan lebih mudah. Atau jangan-jangan lembaga negara seperti kepolisian akan ia sapu bersih semua. Mungkin. Saya malah menaruh atensi pada si sosok antagonis ini. Dan sempat berfikir, barangkali akan lebih baik dan berguna kita memiliki satu orang menyerupai Riddler. Ia berani membasmi para koruptor. Pejabat korup diintimidasi hingga akhirnya mereka putus asa dan ketakutan. Tapi tidak juga harus psikopat. Beda dengan yang terjadi saat ini. Dimana pelaku korupsi pun masih bisa tersenyum simpul. Dan pertanyannya, kenapa si Riddler lebih memilih para pejabat, polisi dan jaksa sebagai korban? Bukan pencopet jalanan atau pengedar narkoba sekalian? Sederhana. Karena ketiga elit ini (pejabat, polisi dan jaksa) memiliki kuasa untuk menjalankan pemerintahan semau mereka. Mereka kuncinya. Apa gunanya membasmi kejahatan kecil, tapi akar dan asal muasal kejahatan itu sendiri justru masih melenggang santai. Agak radikal memang penggambaran sosok Riddler di sini. Di sisi lain ia punya niat mulia. Tapi upaya menghalalkan segala cara tersebut tetap saja tidak bisa dibenarkan. Kita tetap butuh hukum untuk mengatur segala aspek kehidupan. Tanpa hukum, manusia akan bertindak sesukanya. Meski dalam logika mereka tindakan itu adalah hal yang benar. Seperti menghabsi para koruptor misalnya. Nah, saya jadi teringat dengan perkataan seorang fisuf Yunani bernama Cicero. Kira-kira begini katanya; kalau mau keadilan, maka tegakan hukum. Artinya apa. Artinya hukum harus dinomorsatukan jika ingin ada keadilan. Yang menjadi persoalan  adalah apakah menghakimi dengan tangan sendiri meski orang tersebut salah, juga termasuk kategori hukuman. Perdebatan yang tiada akhir ini saya yakin akan terus ada. Terlepas dari makna filosofis yang hadir, film The Batman banyak menyuguhkan hal menarik. Dari segi sinematografi sangat memanjakan mata. Dari sisi nalar, otak kita diajak berputar-putar. Dari sisi emosional, psikis kita diasah hingga bertanya-tanya; siapa yang sebenarnya mengalami sakit mental? Rakyat Gotham kah? Atau si Riddler kah? Atau jangan-jangan si tokoh utama? Lalu musik pengiring Nirvana berjudul Something in the way semakin membawa kita pada masa-masa tahun 90an. Sangat memorable. Sekali lagi jangan berekspektasi bahwa The Batman ini adalah film yang bernuansa popcorn atau menghibur sambil menggenggam cemilan renyah di tangan. Jauhkan kesan itu. Ini adalah film anti korupsi. Lebih tepatnya psikopat melawan koruptor. Titik. (*/Jurnalis Disway Kaltim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: