Tahap Penyelesaian HPL, BPN Paser: Penerbitan Sertifikat Tanah Ditunda

Tahap Penyelesaian HPL, BPN Paser: Penerbitan Sertifikat Tanah Ditunda

Paser, nomorsatukaltim.com - Persoalan hak pengelolaan lahan (HPL) yang masuk peta kawasan transmigrasi di beberapa wilayah Kecamatan Tanah Grogot, mulai menemui titik terang penyelesaian. Dikatakan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Paser, Zubaidi, dalam waktu dekat dilakukan plotting atau proses verifikasi keaslian sertifikat tanah dengan teknologi GPS, guna mengetahui posisi asli lahan dalam database peta pendaftaran BPN. "Ini nanti tim dari kantor wilayah BPN yang melakukan plotting," kata Zubaidi kepada nomorsatukaltim.com - Disway News Network (DNN). Baca juga: Pengurusan Tanah di Desa Tapis Paser Terhalang HPL Ia menyebutkan, setelah dilakukan plotting dan kepemilikan tanah benar adanya, maka dilanjut dengan proses pelepasan HPL. Dirinya membeberkan, telah banyak masyarakat yang memiliki sertifikat di lokasi HPL. "Sudah ada ribuan sertifikat yang sudah terbit. Dengan begitu (legalitas tanah) tetap kami akui dan dianggap sah," sambungnya. Karena masih tahap penyelesaian, sehingga seluruh penertiban sertifikat baru di dalam lahan tersebut harus ditunda. Diketahui berdasarkan SK Kemendagri RI Nomor 55/HPL/DA/1982, yang diterbitkan pada 21 Juli 1982, terdapat empat wiilayah yang masuk dalam peta kawasan HPL transmigrasi. Yakni Kelurahan Tanah Grogot, Desa Tapis, Desa Jone, dan Desa Tepian Batang. "Sementara ini kami jaga jangan sampai ada sertifikat baru. Hanya saja bila ada peralihan hak, itu akan kami tangguhkan dulu," urai Zubaidi. Contoh, dari 210 hektare wilayah Desa Tapis, sekira 150 hektare atau 3/4 masuk peta kawasan transmigrasi atau HPL. Dikatakan Kepala Desa Tapis, Dody Ismanu, jika banyak masyarakat yang mengeluhkan hal ini. Dikarenakan tidak dapat atau menghambat pengurusan adminstrasi pertanahan. Hal ini berdampak bagi masyarakat, karena tidak dapat mengurus administrasi pertanahan. Diketahui Tapis merupakan kawasan Perumahan Korps Pegawai Negeri (Korpri) dan area perumahan bersubsidi. Apalagi ditambah makin berkembangnya sejumlah perumahan lainnya. "Tentunya banyak aktivitas produk pertanahan. Namun masyarakat tidak bisa menggunakan sertifikat tanah untuk hak tangguh," terang Dodi Ismanu. Diantaranya tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Seperti pinjaman di bank dengan jaminan sertifikat tanah, atau jual-beli. Karena masih ditangguhkan. Ia bilang, kondisi itu secara langsung berdampak dari sisi ekonomi dan pembangunan di desa. (asa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: