Mengenal Kripto dari Segi Perpajakan

Mengenal Kripto dari Segi Perpajakan

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Pengertian dari Cryptocurrency (kripto) dapat diartikan sebagai mata uang digital. Mata uang ini tentunya berbeda dengan mata uang lainnya, karena mata uang ini bisa digunakan untuk melakukan transaksi virtual. Selain itu juga Cryptocurrency dikenal sebagai mata uang kripto atau mata uang digital merupakan mata uang yang digunakan untuk bertransaksi secara virtual. Crypto. Untuk pelaksanaannya Cryptocurrency membutuhkan komputer dengan spesifikasi khusus. Dan biasanya menggunakan platform Blockchain agar mata uang digital dapat digunakan untuk bertransaksi. Cryptocurrency bersifat terdesentralisasi atau tidak terpusat, berbeda dengan mata uang konvensional. Sebenarnya Cryptocurrency sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1990-an. Namun baru populer di kalangan masyarakat dunia sejak 10 tahun terakhir Saat ini tercatat ada beberapa jenis mata uang kripto yang banyak digunakan, antara lain: Ethereum, Litecoin, Ripple, Monero, Bitcoin. Namun Cryptocurrency bukan alat pembayaran yang sah di dalam negeri. Khususnya di Indonesia sesuai dengan peraturan Undang-Undang No. 7, Pasal 1 Ayat 1, tahun 2011, bahwa alat pembayaran yang diterima di Indonesia hanya menggunakan mata uang Rupiah. Untuk itu pemerintah melalui Bank Indonesia menyatakan Cryptocurrency dapat disimpan maupun diperjualbelikan sebagai aset. Hal itu sejalan dengan adanya izin didirikannya Bitcoin Indonesia yang kini telah berganti nama menjadi Indodax (Indonesia Digital Asset Exchange). Dan Sejak tahun 2018, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah mengeluarkan ketetapan bahwa Cryptocurrency dianggap sebagai subjek komoditi di Indonesia. Lebih lanjut dijelaskan sejak Februari 2019 sudah ada peraturan hukum yang atas segala aktivitas segala aktivitas Cryptocurrency tersebut, yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Indonesia, melalui peraturan No. 5 Tahun 2019 yang mengatur tentang teknis penyelenggaraan pasar fisik aset kripto di bursa berjangka. Mengutip dari glintsbahwa sistem pajak Cryptocurrency di Indonesia merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Dan untuk objek pajak Cryptocurrency adalah hasil keuntungan atas penjualan aset kripto yang nominalnya telah dikonversikan ke mata uang rupiah. Tarifnya bisa berkisar 15%- 40% jika mengadopsi tarif pemajakan atas penghasilan Cryptocurrency di negara-negara yang telah menerapkan pajak Cryptocurrency. Dan dapat diartikan Cryptocurrency diangap sebagai barang yang diperdagangkan di bursa perdagangan berjangka. Keuntungan dari jual beli Cryptocurrency dianggap sebagai penghasilan, dan untuk itu harus dikenakan pajak. Hal ini sejalan menurut pendapat Hestu Yoga Saksama selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak, jenis pajak yang dikenakan atas keuntungan dari Cryptocurrency adalah Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25/29. Namun sampai saat ini tidak ada ketentuan khusus mengenai pajak atas hasil jual beli Cryptocurrency di Indonesia. Dan Sampai saat ini, DJP tengah mengkaji dan melakukan pendalaman atas pengenaan pajak transaksi Cryptocurrency, termasuk juga skemanya. “Ini mengingat transaksi kripto merupakan hal yang baru, sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam dan menyeluruh,” dikutip dari CNBC Indonesia. (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: