Pajak Penghasilan Atas Jasa dan Sewa

Pajak Penghasilan Atas Jasa dan Sewa

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Beragamnya kegiatan usaha dan transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak menjadikan objek pajak juga berbeda-beda. Salah satunya atas jasa transaksi jasa dan sewa. Mengutip dari situs pajak.go.id, pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Biasanya PPh Pasal 23 dikenakan saat adanya transaksi di antara dua pihak. Pihak yang berlaku sebagai penjual atau penerima penghasilan atau pihak yang memberi jasa akan dikenakan PPh Pasal 23. Sementara pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau pihak penerima jasa akan memotong dan melaporkannya ke kantor pajak. Untuk mengetahui siapa saja yang berhak memotong PPh Pasal 23 dan pihak penerima penghasilan yang terkena potongan PPh 23, Anda bisa melihat daftar di bawah ini.

  1. Pemotong PPh Pasal 23
  2. Badan pemerintah
  3. Subjek pajak badan dalam negeri
  4. Penyelenggaraan kegiatan
  5. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
  6. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
  7. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan KEP-50/PJ/1994, di antaranya:
  • Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
  • Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
  • Wajib pajak orang pribadi ini hanya melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa selain tanah dan bangunan saja.
  2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
  1. Wajib Pajak (WP) dalam negeri dalam hal ini bisa orang pribadi atau badan
  2. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Dari daftar di atas, sudah diketahui siapa yang diperbolehkan melakukan pemotongan terhadap PPh Pasal 23 dan siapa saja yang harus terkena pemotongan pajak penghasilan PPh 23. Kemudian penghasilan apa saja yang akan dikenakan PPh Pasal 23? Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 23 Secara umum, hampir semua penghasilan bisa dikenakan ketentuan PPh Pasal 23. Rincian detailnya bisa dilihat di bawah ini.
  1. Dividen
  2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
  3. Royalti
  4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan (PPh), yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan
  5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang (UU) PPh
  6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.
Penghasilan yang Dikecualikan dari PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 juga mengatur beberapa penghasilan yang tidak dikenakan pajak dengan rincian daftar berikut ini:
  1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
  2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
  3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, dan BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dengan syarat:
  • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
  • Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
  • Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
  • Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya;
  • Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Tarif dan Objek Pajak PPh Pasal 23 Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yang diberlakukan, yaitu 15 persen dan 2 persen tergantung dari objek pajaknya. Di bawah ini adalah tarif dan objek pajak yang terkena PPh Pasal 23 yang berlaku;
  1. Dikenakan 15% dari jumlah bruto atas:
  2. Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
  3. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
  4. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
  5. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan.
  6. Dikenakan 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, misalnya:
  7. Jasa penilai.
  8. Jasa aktuaris.
  9. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan.
  10. Jasa hokum.
  11. Jasa arsitektur.
  12. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape.
  13. Jasa perancang.
  14. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan BUT.
  15. Jasa penunjang di bidang penambangan migas.
  16. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas.
  17. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.
  18. Jasa penebangan hutan.
  19. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap. Tidak termasuk:
  20. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa.
  21. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian).
  22. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis).
  23. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement), yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
  1. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa catering.
  2. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final.
Ketentuan Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh 23
  1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
  2. PPh Pasal 23 disetor Pemotong Pajak paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
  3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Apabila jatuh tempo batas akhir pelaporan atau penyetoran PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur, termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Dengan memahami ketentuan PPh Pasal 23 di atas, kita dapat mengetahui tentang hal terkait pajak yang berasal dari modal, penyerahan jasa, hadiah, dan penghargaan. (* Andi Murni Ratna/Konsultan Pajak)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: