Sudah 35 Tahun Dilewati Warga, Ahli Waris Tembok Akses Jalan di Balikpapan

Sudah 35 Tahun Dilewati Warga, Ahli Waris Tembok Akses Jalan di Balikpapan

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Tembok setinggi kurang lebih 2 meter menghadang sebuah akses jalan umum perumahan warga, di kawasan Jalan Soekarno Hatta KM 4 RT 51, Kelurahan Batu Ampar, Balikpapan Utara.

Tembok tersebut dibangun tepat membelah akses jalan warga. Sehingga banyak warga yang terpaksa melewati tembok dengan cara memanjatnya. Vitalnya akses tersebut membuat rutinitas warga terganggu. Sehingga gelombang protes begitu saja terdengar dari warga sekitar, yang mengalami langsung perbuatan tak menyenangkan itu. Suhartini (35), salah satu warga yang ditemui awak media mengaku geram atas langkah yang diambil oleh ahli waris pemilik lahan. Pasalnya, tembok tersebut tampak seperti memberi tanda akan batas suatu lahan. "Padahal jalan ini sudah 35 tahun dan satu lagi ya ini jalan sudah masuk ke Pemkot. Ini sudah semenisasi," ujar Suhartini, Senin (6/9/2021) kepada nomorsatukaltim.com-Disway News Network (DNN). Ia menegaskan, tidak ada ungkapan permisi sebelum membangun tembok tersebut. Alih-alih ahli waris, maupun buruh pembangun tembok yang meminta izin. "Kami tidak ada bergeming sedikitpun ketika ditutup. Tapi dia pun enggak ada mohon maaf mau izin menutup. Enggak ada ngomong," jelasnya. Meski begitu, sebelumnya sempat ada mediasi dari Ketua RT setempat. Namun perbincangannya justru memuat tawaran untuk menjual rumah. Suhartini sendiri enggan menerima tawaran tersebut, dan semata menginginkan adanya akses bagi warga setempat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. "Kemarin kami dipanggil ke Polsek itu bilangnya ada dia di sana mau mediasi. Tapi ujung-ujungnya kami disuruh menjual bangunan kami. Kami enggak mau," tegasnya. Diketahui, lahan tersebut merupakan milik almarhum Hasan. Di mana Suhartini sendiri sudah sangat dekat dengan Hasan semasa hidupnya, tak ubahnya anak angkat. Sepeninggal Hasan, secara tidak langsung lahan tersebut jatuh ke tangan ahli waris yang merupakan anak-anaknya. Salah satunya, Rusdi (44). Di mana Rusdi lah yang belakangan diketahui mengambil keputusan untuk membangun tembok tersebut. Semalam (5/9/2021), katanya, ia sudah menyambangi ahli waris yang lain, diketahui bernama Sarah. Suhartini mengatakan, tidak paham betul apakah sudah ada kesepakatan terkait nasib lahan itu. Hanya saja, ia sudah mendengar selentingan bahwa lahan yang awalnya dimiliki almarhum Hasan akan dibeli seseorang. Meski begitu, ia menduga memang ada transaksi jual beli dengan pihak tertentu akibat sertifikat lahan yang digadaikan di sebuah bank. Namun lantaran kredit macet, akhirnya kemudian ahli waris berniat untuk menjual lahan tersebut. Di mana akses jalan tersebut masih termasuk dalam wilayah yang legal secara hukum milik almarhum Hasan. KLAIM PUNYA HAK Ditemui terpisah, Rusdi mengklaim penembokan jalan tersebut sah saja dilakukan dan tidak melanggar apapun. Baginya, pembangunan tembok kendati menghalangi akses warga, bukan hal masalah. "Itu kami nembok tanah kami sendiri, batas kami sendiri. Di mana masalahnya?" ujar Rusdi, Senin (6/9/2021). Ia menegaskan, dalam urusan pembangunan tembok, diklaim sudah menjadi haknya. Pasalnya, akses tersebut tercantum dalam sertifikat yang ia kantongi. Meski demikian, ia mengaku tak serta-merta membangun tembok tersebut begitu saja. Melainkan ia sudah melakukan sosialisasi terlebih dahulu jauh hari. "Kami ini nutup jalan bulan ke-5 setelah sekian panjang pendekatan yang kami lakukan, termasuk melalui aparat desa (Pak RT, Lurah), sudah semua. Bukan ujug-ujug nutup," jelas Rusdi. Bahkan, kata Rusdi, salah seorang warga tetangga Suhartini, sempat bersepakat untuk melakukan transaksi jual-beli tanah oleh pembeli yang sama. Di mana saat kesepakatan itu berlangsung, difasilitasi oleh RT setempat. "Waktu dimediasi sama RT, tapi ternyata tiba-tiba mereka membatalkan sepihak by phone kesepakatan mereka sendiri," tambah Rusdi. Disinggung soal tudingan kredit macet di bank, Rusdi mengatakan, itu di luar urusan dengan pembangunan tembok. Dia semata menegaskan tembok itu dibangun atas dasar bahwa lahan itu merupakan haknya sebagai ahli waris. "Atas nama milik kami sendiri, kenapa harus bawa bank. Bank itu urusan terpisah, enggak ada sangkutannya," tegas Rusdi lagi. Di tengah konflik tersebut, masing-masing kemudian bersikukuh dengan keputusan masing-masing. Suhartini dengan prinsipnya, pun begitu dengan Rusdi. Namun bagi Suhartini, ia hanya meminta rasa kemanusiaan lantaran jalan tersebut dimanfaatkan bersama oleh masyarakat setempat. Ketika diblokade, tak menutup kemungkinan rutinitas warga akan pincang.  (Bom/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: