Viva La Liga Indonesia

Viva La Liga Indonesia

Dari sisi pemain dan klub, Piala Menpora juga berarti lebih. Karena turnamen pra musim ini digadang-gadang menjadi simulasi Liga 1. Kedisiplinan mereka patut dipuji. Karena hingga sebulan berlangsungnya turnamen, tak ada pemain ataupun ofisial yang terpapar virus corona. Nyaris tak ada catatan buruk, kecuali ulah beberapa oknum fans pemenang turnamen yang norak; melakukan parade di jalan raya.

Tapi selalu ada tapi di sepak bola kita. Setelah Piala Menpora berlangsung tanpa catatan. Liga 1 yang dijanjikan akan berlangsung bulan Juli nyatanya ditunda kembali. Pemain dan suporter harus bersabar lagi. Klub harus lebih giat lagi mencari dana untuk menalangi semua kebutuhan operasional.

Jika kita berkaca pada 5 liga top Eropa. Dalam kurun waktu itu, di sana, 3 paruh musim sudah terlewati. Bahkan tak lama lagi mereka akan kembali memulai musim baru. (Masih) dalam kurun waktu itu, Frank Lampard telah kehilangan pekerjaannya di Chelsea. Liga Champions Eropa telah menelurkan dua juara. Bayern Munchen dan Chelsea. Mikel Arteta berhasil memberi trofi pertama bagi timnya sebagai manajer.

Saga transfer Jadon Sancho telah berakhir. Bek legendaris Madrid Sergio Ramos telah bubuhkan tanda tangan untuk PSG. Dua raksasa Spanyol; Real dan Barca alami krisis finansial akut. Atletico dengan Luis Suarez-nya berhasil merengkuh gelar LaLiga. Hingga Italia menjuarai Piala Eropa secara fantastis, serta Lionel Messi yang akhirnya menggondol trofi timnas perdananya.

Begitu banyak hal hebat dalam dunia sepak bola dunia terjadi. Sementara di Indonesia, yang terjadi masih sama. Masih soal penundaan dan penundaan lagi. Bikin muar.

Eh tapi … tapi … kabarnya bulan ini, Liga 1 akan resmi digulirkan lagi. Kabar yang sama seperti sebelumnya. Semoga saja ending-nya berbeda.

*

Dari semua yang terjadi, kita bisa menarik kesimpulan awam. Pertama, sepak bola yang sejauh kompetisi profesional bergulir telah menghidupi banyak sekali pelaku ekonomi. Dari para raksasa bisnis hingga UMKM. Tak begitu penting untuk diprioritaskan. Dilihat dari; olahraga ini mampu mendongkrak imun para penggilanya, juga tak dianggap penting. Ya … unit penggerak roda ekonomi di segala bidang memang sedang tidak dianggap penting, sih. Kecuali bisnis kesehatan, ups.

Yang terpenting sekarang adalah kesehatan warga negara terjamin. Itu dulu saja. Walau ada ancaman kelaparan di depan sana.

Kedua, kita rupanya sudah lelah menjadi bangsa pembelajar. Kita tepikan sejenak bagaimana negara, bersama warga, ya, kita-kita ini. Belum mampu berdamai dengan virus corona. Seperti banyak negara di luar sana. Kita tepikan dulu soal itu.

Titik beratnya lebih pada, federasi dan operator liga sepak bola kita. Kenapa tidak belajar bagaimana pengelolaan liga di tengah pandemi. Rasanya, jika belajarnya serius. Mereka akan mampu meyakinkan pemerintah untuk mengizinkan liga profesional bisa bergulir lagi.

Kalau belajarnya tidak bisa dengan berkunjung ke negara-negara Eropa. Yang punya banyak opsi pengelolaan liga di era serba penyesuaian ini. Di mana perjalanan dinas ke luar negeri adalah hobi bangsa kita. Mengapa tidak memperbanyak bacaan, tontonan, atau apa saja. Agar mereka, bisa menduplikasi kesuksesan (sampai bosan nyebutnya) negara-negara itu menggelar liga sepak bola. Kenapa, ya?

Tapi sekali lagi, selalu ada tapi di balik tapi. Di balik kegelisahan, kemangkelan, kejengkelan para penggila bola. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah; terus berdoa, memberi sumbangsih saran, dan tak bosan mencintai olahraga ini. Bahwa sepak bola, ya, sepak bola. Olahraga di mana para pecintanya punya seribu alasan untuk menggilainya.

Mari tetap berharap bahwa wacana penyelenggaraan Liga 1 musim 2021 kali ini bukan prank lagi. Mari berharap agar kesempitan saat ini menjadi titik balik untuk kesuksesan sepak bola kita di masa mendatang. Yang entah kapan. Mari tetap memberi pengharapan besar untuknya. Viva La (hidup) Liga Indonesia! [Penulis adalah wartawan nomorsatukaltim.com]

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: