Mengenal M Syafranuddin atau Ivan (1); Tiga Hari Masuk Penjara

Mengenal M Syafranuddin atau Ivan (1); Tiga Hari Masuk Penjara

Syafranuddin mengenal koran saat menjadi loper. Sering baca, akhirnya mencoba untuk menulis. Ternyata bisa. Kemudian jadi jurnalis. Kini, tukang koordinir para jurnalis; kepala Biro Humas Pemprov Kaltim.

Oleh: Michael F Yacob

HOBI menulis Muhammad Syafranuddin berawal saat menjadi loper koran. Saat itu, Ivan, sapaan akrabnya masih SMP. Tahun 1980-an.

“Dulu saat saya masih SMP, sekitar 1981 saya jadi loper koran. Disela-sela saya mengantar koran, saya pasti baca koran yang saya antar. Lalu, saya mulai belajar menulis. Eh, saya malah ketagihan untuk menulis. Walaupun dasarnya, memang saya hobi buat puisi,” kata Ivan, kepada DiswayKaltim.com, Jumat (11/10/2019).

Ivan lulus SMAN 1 Tenggarong pada 1984. Ia menjalankan karier profesionalnya sebagai penulis di radio milik kabupaten. Saat itu, sebagai tenaga honor. Karena kualitas tulisannya bagus, dia dipercaya Bupati ketika itu untuk membuat naskah pidato.

Ivan lupa siapa bupati yang menjabat saat itu. Yang memberi kesempatan untuk membuat naskah pidatonya. Setelah ditelusuri tim DiswayKaltim.com, pada periode 1984 sampai 1989, Bupati Kukar dijabat Drs. H. Chaidir Hafiedz.

“Saya terus mengasah tulisan yang saya buat. Tentunya saya tidak melakukan sendiri. Saya dibantu dengan Alm Arbaim. Lalu, 1985 saya melamar di radio untuk nulis berita. Lalu saya ditarik untuk mengetik naskah pidato. Ternyata bupati saat itu suka. Akhirnya, saya  menjadi tukang buat pidato beliau saat itu. Bahkan dibelikan mesin ketik sendiri,” bebernya.

Tidak hanya berkarya di radio, saat masih berada di Tenggarong pun, Ia mencoba melamar sebagai jurnalis. Salah satu media swasta yang terbit seminggu sekali. Dan diterima.

Baca Juga:

Melihat Karier Ivan, Antara Jurnalis dan ASN

Namun, perjalanan sebenarnya didunia jurnalistik baru mulai ketika masuk di media cetak harian. Saat itu ManuntunG. Di media itu, lebih banyak pengalaman yang dia timba. Dari suka maupun duka. Pola kerja yang berbeda. Ivan harus bekerja lebih keras.

Banyak momen yang tidak bisa dilupakan saat menjadi wartawan di media tersebut. Apalagi, saat sang sopir yang membawa disket berisikan foto dan naskah berita tak sampai kantor. Naskah yang diselipkan di sela-sela buku itu.

“Dulu itu, karena kita masih pakai mesin ketik. Saya kan tugasnya di Samarinda. Kalau saya kirim berita ke kantor yang di Balikpapan, terkadang sopirnya lupa kasih. Jadi saya harus cari kembali sopirnya. Kebetulan, sopirnya juga langganan saya,” cetusnya sambil tersenyum tipis.

Banyak pengalaman yang pernah dilalui. Tapi, satu hal yang paling berkesan. Ketika Ivan harus masuk ke dalam penjara. Mencari informasi dari tersangka. Bukan beberapa jam. Tapi, tiga hari. Merasa kan sakitnya hidup dalam penjara.

“Itu yang paling berkesan buat saya selama menjadi wartawan. Saya ingin gambarkan suasana hati tersangka, saat itu. Kalau saya tanya di luar penjara, pasti enggak dapat. Jadi, saya harus bisa jadi temannya dulu. Biar dia bisa cerita ke saya,” ungkapnya.

Berbagai media massa sudah banyak yang Ia jajaki. Mulai media lokal hingga nasional. Tidak peduli mendapat bayaran atau tidak. Uang bukanlah tolok ukur utama. Tapi, kepuasan hati. Itu yang menjadi pedoman hidupnya. Karena sudah hobi, walaupun tidak dibayar, tetap menulis.

“Saya tidak pernah berharap untuk digaji. Yang penting saya nulis. Kalau berita saya terbit, itu merupakan kepuasan tersendiri terhadap saya,” singkatnya.

Hingga saat ini, Ivan masih tetap menulis. Ia juga menjabat sebagai pemimpin redaksi (Permed) dari salah satu media online di Kaltim. Dia bentuk bersama rekan-rekannya. Kembali lagi, tetap tanpa gaji. (dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: