Isu Impor Beras untuk Turunkan Harga

Isu Impor Beras untuk Turunkan Harga

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Pemerintah pusat berencana membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini. Rencana ini mengundang penentangan dari beberapa pihak. Terutama dari kalangan petani lokal dan pengamat pertanian.

Guru Besar Fakultas Pertanian Unmul, Profesor Rusdiansyah menilai, rencana impor beras yang dilakukan pemerintah pusat terlalu terburu - buru. Padahal, saat ini Indonesia sedang memasuki masa panen raya dari para petani di berbagai daerah. Kaltim, termasuk salah satunya. Menurut Rusdi, pada kondisi masa panen seperti ini, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pemerintah bisa menampung beras yang dihasilkan oleh para petani. "Kalau dalam kondisi panen, lalu ada isu impor beras. Saya anggap, sebagai isu lah dulu. Maka, secara tidak langsung akan menurunkan harga gabah di tingkat petani," ungkap Rusdi kepada Harian Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com, Minggu (21/3/2021). Rusdi memaparkan, kasus di lapangan selama ini. Kondisi harga beras setiap kali masa panen, tanpa isu impor saja, akan mengalami penurunan hingga 30 persen. Ditambah lagi dengan isu impor beras. Harga beras dan gabah di tingkat petani akan sangat tertekan. "Saya ada baca, di Jawa Timur harga gabah hanya dibeli dengan harga Rp 2.700 per kilogram. Padahal kondisi normal harga gabah itu sekitar Rp 4 ribu sampai Rp 4.300. Harga beras di tingkat petani juga turun. Dari Rp 9 ribu, menjadi Rp 5 sampai 6 ribu saja per kilogramnya," ucap Rusdi. Dengan isu impor beras, maka akan semakin menekan harga beras dan gabah dari tingkat petani. Sehingga, hal itu akan sangat merugikan mereka. Rusdi juga menolak alasan impor beras pemerintah. Dengan dalih, menstabilkan stok beras dalam negeri. Menurut Rusdi, stok beras nasional diperkirakan masih aman hingga 6 bulan ke depan. Ia justru menduga, rencana impor beras ini adalah kepentingan politik dan permainan para pengusaha yang ingin mengambil untung. Dari proses impor beras tersebut. "Kita sih tidak mau su'uzan yaa. Tapi kalau kita baca kondisi dari tahun ke tahun, ada permainan di situ," selidiknya. Rusdi menyarankan, sebaiknya pemerintah tidak melakukan impor beras. Melainkan berusaha untuk menstabilkan harga beras dalam negeri. Agar tidak merosot saat masa panen raya. Dengan cara menampung hasil panen petani. Dengan penyerapan hasil pertanian ke pemerintah, harga gabah bisa stabil. Dan para petani bisa menerima pendapatan yang layak. Dengan begitu, para petani dapat merasakan peran negara dalam menyukseskan sektor pertanian. Dan menjaga ketahanan pangan nasional. Petani pun akan lebih semangat untuk berproduksi lebih baik ke depan. "Tapi kalau sebaliknya, beras tidak terserap, harga turun, petani jadi malas menanam padi," ungkapnya. "Intinya saya kurang setuju dengan impor beras. Kasian petani, apalagi dengan kondisi pandemi ini, masyarkat lagi susah," sambungnya. Kaltim, saat ini juga sedang memasuki masa panen pada periode bulan Maret - April. Walau pun, Rusdi mengakui, produksi beras dari petani lokal belum mampu memenuhi kebutuhan pangan daerah. Produksi beras lokal pada masa panen ini pun, diprediksi akan menurun. Mengingat, pada musim tanam lalu, Kaltim diguyur musim hujan. Sehingga sangat menekan produktivitas padi. "Riilnya, tentu menunggu laporan pemerintah daerah dan badan statistik. Tapi prediksi saya, cenderung menurun. Apalagi untuk produksi padi sawah," ungkapnya. Sementara untuk produksi padi gunung. Seperti di daerah Berau, Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Mahakam Ulu. Rusdi menyebut, produktivitas hasil panen dilaporkan mengalami kenaikan. "Laporan dari teman-temen di lapangan, padi gunung meningkat, alhamdulillah. Karena, di sana lahan kering. Dengan adanya air yang cukup. Padi tumbuh dengan baik. Berbeda dengan padi sawah, selama musim hujan jadi kelebihan air. Sehingga padi terendam dan berpengaruh pada pertumbuhan," jelasnya. (krv/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: