RKUHP Menurut Pakar dan Akademisi Hukum; Prof Sarosa Hamongpranoto (5)

RKUHP Menurut Pakar dan Akademisi Hukum; Prof Sarosa Hamongpranoto (5)

Banyak Kekurangan, Tanpa Uji Publik dan Sosialisasi RKUHP Menurut Pakar dan Akademisi Hukum; Prof Sarosa Hamongpranoto (5)

KITAB Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang harus direvisi. Agar relevan. Namun masih ada tahapan yang belum dilalui. Yaitu uji publik.

“KUHP ini sudah lama sekali. Masih peninggalan Belanda. Belum pernah dilakukan revisi,” kata pengamat Hukum Pidana Universitas Mulawarman, Prof Sarosa Hamongpranoto, kepada DiswayKaltim.com, Senin (30/9/2019).

Sarossa pun menjelaskan asbabun nuzul KUHP saat ini. Katanya, KUHP merupakan produk zaman Romawi. Dinamakan hukum pidana. Belanda yang memperkenalkan hukum pidana ke Tanah Air.

Di negeri Kincir Angin, sistem hukum didasarkan pada hukum perdata Perancis. Kemudian dipengaruhi Hukum Romawi dan adat negeri Belanda. Karenanya, hukum pidana yang masuk ke Indonesia dilakukan dengan menggunakan asas konkordasi. Jadinya  KUHP yang dipakai saat ini. Asas konkordansi merupakan daftar alfabet yang penafsirannya mengikuti konteks wilayah tertentu.

Dengan menggunakan asas konkordasi tersebut, hukum pidana yang dibawa Belanda dilakukan revisi. Menyesuaikan dengan negara serta adat di NKRI. Menurutnya, pasal yang ada harus diubah.

“Produk nasional ini harus dilakukan perubahan. Mungkin ditambah, atau dikurangi,” terangnya.

Penyusunannya pun tidak mudah. Harus ada naskah akademik. Serta ada tiga landasan. Yaitu filosofi, sosiologis dan yuridis. Setelah dilakukan semuanya itu, baru lah keluar Revisi UU.

Setelah rancangan UU muncul ,barulah dilakukan uji publik. DPR meminta masukan dari masyarakat mengenai pasal KUHP yang akan diundangkan.

“Agar masyarakat tahu apa yang akan direvisi. Walaupun ada penjelasan. Terkadang, masyarakat juga belum tentu paham. Jadi harus dijelaskan agar tidak terjadi multitafsir di tengah masyarakat,” .jelasnya lagi.

Ketika sudah melalui uji publik dengan waktu yang ditetapkan oleh DPR, barulah RUU tersebut dilakukan pengesahan. Tidak sampai disitu. Usai disahkan, UU KUHP harus di sosialisasikan kembali kepada masyarakat.

Terkait aksi penolakan RUU KUHP yang terjadi saat ini, dia tidak banyak berkomentar. Sarosa bahkan tidak tahu proses terakhir seperti apa. Pasalnya, dia belum mendengar informasi akan dilakukan uji publik mengenai RUU KUHP.

“Kalau mau melakukan uji publik mengenai RUU KUHP, biasanya ada informasi terlebih dahulu. Nah, saya belum pernah mendengar informasi itu. Atau saya yang kelewatan informasi, saya juga tidak tahu. Yang jelas, kemarin kan sudah sempat mau disahkan. Tapi diundur lagi,” tegasnya. (mic/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: