Sungai Tercemar Ringan
TANJUNG REDEB, DISWAY - Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Berau tahun 2020 berada di angka 78,53. Jumlah itu, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019 sebesar 81,184.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Kerusakan Lingkungan (PPKL) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau, Rahmadi Pasarakan menjelaskan, angka tersebut masuk kategori baik meski terjadi penurunan pada IKLH. Baik indeks kualitas air, udara dan tutupan hutan. Sementara, nilai indeks kualitas air tahun 2020 sebesar 1,939 dengan kategori cemar ringan. Sebelumnya diangka 3,306 pada 2019. Jika angka indeks kualitas air di atas atau setara 5 baru dikatakan baik. Penurunan juga terjadi pada indek kualitas udara tahun 2020 di angka 85,78, yang sebelumnya 89,77 di 2019. Namun masih masuk kategori baik. Pun dengan kualitas tutupan hutan menurun di tahun 2020 sebesar 89,784 dari 91,006 di 2019. Penurunan besar dipengaruhi luasan lahan hijau atau hutan yang berkurang. “Untuk air memang harus diperbaiki lagi. Apalagi rentan tercemar,” jelasnya kepada Disway Berau, Senin (1/3). Penghitungan tahun 2020 melibatkan 21 titik sampel air saat fenomena perubahan air sungai menjadi hijau yang diduga pencemaran dari perusahaan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, penurunan indeks kualitas air disebabkan perhitungan rumus yang berubah dan memperhatikan 8 indikator lainnya, salah satu power of hydrogen pH air. Sedangkan limbah yang mempengaruhi pencemaran air terbagi berdasarkan limbah domestik, rumah tangga, limbah perusahaan baik pertambangan dan perkebunan. Termasuk limbah dari rumah makan dan perhotelan. Bagi perusahaan diharapkan memiliki water monitoring point (WMP) semacam instalasi pengelolaan limbah. Yang perlu diperhatikan lebih, kata dia, limbah domestik dan memaksimalkan peran masyarakat secara nyata. “Jadi kami memonitoring hotel dan rumah makan, terutama estimasi limbah yang mereka hasilkan per hari,” jelasnya. Terkait air, diakuinya, masih harus bekerja ekstra keras dan meminta dukungan pihak swasta, rumah tangga hingga lintas sektoral. Sebab, mayoritas masyarakat menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Khususnya mandi, cuc dan kaskus (MCK). “Jika pencemaran semakin buruk, tentu akan berdampak langsung dengan kesehatan manusia,” ucapnya. Pihaknya merencanakan pembentukan zonasi untuk mengetahui limbah yang paling berpengaruh dalam pencemaran. Dari 21 sampel, semua menunjukkan kategori cemar sedang. “Tapi, untuk tahun 2021, pengambilan sampel hanya dilakukan di 17 titik saja, karena terkendala dengan anggaran,” ucapnya. Saat ini, pihaknya membutuhkan alat pengukur kualitas udara secara aktif, dikarenakan pengukuran masih menggunakan teknik yang pasif. Tetapi, data masih termasuk akurat untuk menggambarkan kondisi di Kabupaten Berau. *RAP/JUNCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: