CATATAN: Rivalitas Borneo FC dan Arema Adalah Romantisme Sepak Bola

CATATAN: Rivalitas Borneo FC dan Arema Adalah Romantisme Sepak Bola

Tapi apapun itu. Yang jelas Mario Gomez tidak mau bekerja lagi di Borneo FC demi Arema FC. Ini poinnya. Jadi terlepas kapan Mario dan Arema menggelar negoisasi. Yang sebenarnya, walau Arema menjalin komunikasi sejak setengah musim terakhir Mario di Borneo. Itu sah-sah saja dalam sepak bola. Memang begitu aturan mainnya.

Kepergian Mario Gomez diikuti oleh asistennya, Charis Yulianto. Yang legenda sepak bola Indonesia itu. Bersama Nurdiansyah. Bek muda bertalenta Borneo. Yang diangkut Mario dengan status permanen. Bersama juga Iksan yang dipinjam. Untuk kasus Iksan, tentu Borneo diuntungkan. Karena pemain muda asal Penajam itu memang butuh jam terbang. Berada di tim yang dilatih oleh pemberi debut. Adalah langkah baik.

Untuk kasus ini, Arema FC 1-0 Borneo FC.

*

Borneo FC akhirnya lekas move on. Dikontraklah Edson Tavares sebagai pengganti Gomez. Walau kebersamaan Edson dengan Borneo berakhir prematur. Sebagaimana Edson dipecat karena memiliki masalah komunikasi dengan klub.

Dan di sinilah awal mula drama Arema vs Borneo terjadi lagi. Di periode Agustus 2020. Kondisi finansial Arema sedang tidak baik-baik saja. Maklum, beban tim yang besar tak selaras dengan pemasukan. Karena liga dihentikan sementara akibat pandemi COVID-19.

Situasi ini membuat Mario memiliki keyakinan yang kecil terhadap proyek Arema FC. Hal-hal kecil pun jadi besar. Sampai di titik. Mario tak ingin lagi melanjutkan pekerjaannya di Arema FC.

Situasi buruk ini ditangkap oleh Borneo FC. Yang memang sedang membutuhkan pelatih anyar. Romantisme yang sempat sirna itu dihidupkan lagi. Berawal dari obrolan sapa kabar. Berlanjut dengan penandatanganan kontrak. Mario Gomez, kembali ke Samarinda.

Saat itu situasinya juga panas. Ihwal peresmian Mario jilid kedua. Saya lagi-lagi ingat betul. Saya mengunggah beritanya ke laman kami. Sehari setelah berita serupa dari media lain mengudara lebih dulu.

Tapi harus diingat. Saya ikut terlibat dalam pergejolakan emosi ketika Mario meninggalkan Borneo di akhir musim 2019 itu. Karena saat itu, saya memang ingin dia bertahan. Untuk sebuah alasan sederhana saja. Mario selalu suka ketika saya bertanya padanya.

“Nah ini dia temanku. Oke, mau tanya apa kamu?” Kerap sekali ia ucapkan itu di ruang konferensi pers. Tentu dalam bahasa Inggris yang tak terlalu lancar itu. Basa-basi seperti itu tentu membekas dalam benak saya.

Pun saat berpapasan di lapangan, Mario selalu menyapa dengan kalimat serupa, “Hi, my friend!”

Ya ampun, kejauhan ngelanturnya. Karena situasi itu. Saya pun menuliskan berita peresmian Mario jilid dua dengan tidak biasa pula. Saya menggambarkan suasana ruang preskon yang tertutup dari media itu. Karena masih pandemi sehingga kami mendapat bahan melalui rekaman suara dan foto saja.

Tapi karena saya tahu betul kebiasaan Mario ketika preskon. Tahu juga betapa menginginkannya Borneo pada Mario. Ba bi bu…jadilah tulisan yang lumayan panjang itu.

Dan tebak apa yang terjadi? Tulisan lambat terbit itu yang kemudian jadi bahan twit war. Bukan karena tulisan saya bagus. Hanya karena saya cukup berhasil mengudak emosi pembaca ketika menggambarkan. Bahwa Mario pergi ke Borneo (lagi) bukan karena uang. Tapi lebih pada kesamaan visi misi. Dan cinta lama yang bersemi kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: