Ekosistem Terancam

Ekosistem Terancam

TANJUNG SELOR, DISWAY – Warga di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Malinau, di Kecamatan Malinau Selatan. Seperti Desa Loreh, Langap, Gong Solok, Batu Kajang Setarap, Setulang, dan Setabun Lindung Keminci, terpaksa berhenti memanfaatkan sungai sebagai sumber penghidupan.

Pasalnya, sudah dua hari sungai yang menjadi tempat mencari penghidupan, diduga tercemar limbah perusahaan pertambangan yang beroperasi di sekitar desa. Dugaan pencemaran limbah perusahaan tersebut, ditegaskan Lembaga Advokasi Lingkungan Hidup Kalimantan Utara (Lalingka). Berdasarkan hasil temuan warga pada 8 Februari lalu, diduga kolam penampungan limbah milik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC), jebol dan airnya mengalir ke sungai. Akibatnya, sungai menjadi keruh dan pekat. Bahkan, ikan-ikan banyak ditemukan mati. Dari temuan warga itu, Ketua Lalingka Kaltara, Hendri, menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti, dengan mengumpulkan fakta-fakta di lapangan. “Nantinya akan menjadi bahan untuk melakukan pelaporan ke Pemerintah Provinsi (Kaltara) dan kementerian,” ujar Hendri, Rabu (10/2). Menurutnya, jika hal itu benar karena kelalaian perusahaan, maka merupakan potret bagaimana perusahaan tambang tidak mengantisipasi pencemaran lingkungan. Apalagi, berdasarkan catatan Lalingka, kerusakan Lingkungan hidup oleh perusahaan yang sama, bukan kali pertama terjadi. Pada 2017 lalu, kata Hendri, juga pernah terjadi. Dan, pihaknya meminta pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) milik perusahaan tersebut. Ketegasan pemerintah itu, lanjutnya, akan menjadi peringatan bagi perusahaan lain. Agar tidak merusak lingkungan. Dan, kejadian serupa tidak terus berulang. Informasi dugaan pencemaran lingkungan di DAS Malinau, dibenarkan Kepala Dinas ESDM Kaltara, Ferdy Manurun Tanduklangi. Namun, ia menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi, sudah tidak memiliki kewenangan apa pun. Dengan adanya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba. “Kewenangan sudah pindah ke pusat. Akibat UU itu, otonomi daerah dilucuti oleh pusat sekarang. Imbasnya, saat ada kejadian, kami tidak bisa apa-apa. Untuk itu, kami juga berharap pusat bisa turun langsung melihat kondisi yang terjadi hari ini. Termasuk yang di Malinau itu,” kata Ferdy. Dijelaskan, dampak pemberlakukan UU 3/2020 tersebut, seluruh kewenangan pengawasan memang dibebankan ke daerah. Hanya saja, kewenangannya berada di ESDM Pusat. Ia juga mengaku bahwa pihaknya menyampaikan kepada pemerintah kabupaten, untuk segera mangambil langkah tegas. Apalagi, diakui Ferdy kolam limbah PT KPUC jebol sudah terjadi lebih dari satu kali. “Pernah kejadian sebelumnya. Dulu itu, pernah DPR pusat juga turun. Tapi saat ini, saya juga belum melihat langsung kondisi di lapangan. Memang ada foto itu ikan banyak mati. Kalau keweangan saya ada, saya bisa cabut atau dibekukan izinnya sementara,” ujarnya. Terpisah, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltara, Obed Daniel mengatakan, akan mengirim tim investigasi. Terkait dugaan pencemaran di DAS Malinau. "Tim investigasi ini nanti akan bekerja 2-3 hari,” ujarnya. Nantinya, kata Obed, hasil investigasi akan menjadi rekomendasi DLH Malinau. Untuk melakukan tindakan lebih lanjut. Mengingat, pihaknya pun tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan. Lalu, mengenai tingkat pencemaran yang terjadi di DAS Malinau, pihaknya masih menunggu hasil uji lab dan investigasi. Namun, diperkirakannya pencemaran kali ini lebih besar dari 2017 lalu. Hal itu merujuk pada banyaknya ikan yang mati. "Kalau tingkatan tercemar, rendah, sedang, atau tinggi, itu kami masih menunggu hasil labnya, tapi kalau dilihat, mungkin ini lebih besar. Karena banyak juga ikan yang mati," ujarnya. “Kami juga mengingatkan, sementara waktu warga jangan memanfaatkan air sungai di sekitar lokasi dulu. Karena berbahaya,” tambah Obed. Sementara itu, Humas PT KPUC, Sopian yang dikonfirmasi wartawan perihal adanya kolam penampungan limbah yang jebol pada Senin (8/2) lalu, hingga kemarin sore, belum memberikan respons. Baik melalui telepon maupun pesan WhatsApp. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: