Investasi Rp 2,2 Triliun dari Alesco, Bangun Pabrik ISO Tank LNG di Bontang
Bontang, nomorsatukaltim.com - Kota Bontang bakal ketiban investasi jumbo. Di tengah pagebluk COVID-19 yang melemahkan segala lini ekonomi. Itu setelah PT Alesco Putera Infanteri Energi resmi mengantongi izin prinsip di lahan seluas 19,65 hektare di Bontang Lestari.
Investasi proyek itu ditaksir USD 160 juta atau setara Rp 2,2 triliun. Investasi yang bakal hadir ini adalah pabrik International Standards Organization (ISO) Tank LNG. Gas alam yang ditampung dalam wadah. Lalu dipasarkan. Berbeda dengan LNG Badak yang mengolah gas alam cair. Lalu dijual ekspor ke Asia Timur hingga belahan Eropa. Industri ini juga akan bersentuhan dengan gas alam. Tapi hanya untuk pasar dalam negeri. Gas alam dikemas dan didistribusikan ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Sekarang banyak mesin-mesin pembangkit listrik berbahan bakar solar. Harga produksinya lebih mahal. Bahkan disebut tiga kali lipat ketimbang menggunakan gas. Untuk itulah hadir industri ini. Selain orientasi untung. Juga menghemat belanja negara. Ketimbang membeli solar. "Di Bontang sudah ada pembangkit listrik pakai gas (PLTMG) walaupun pemakaiannya kecil," ujar Kuasa Direktur PT Alesco Putera Infanteri Energi, Nurbaya kepada Disway Kaltim, Kamis (4/1). Nurbaya mengungkapkan, industri ini akan menyerap 1.500 tenaga kerja. Diprioritaskan warga lokal. Seperti diatur dalam perda ketenagakerjaan Kota Bontang. Yaitu setiap investasi harus memprioritaskan pekerja lokal minimal 75 persen. Rencana pembangunan akan dimulai tahun ini. Targetnya April nanti sudah dilakukan ground breaking. Setelah izin Andalalin dan rekomendasi dari Badan Pertanahan Nasional dikantongi. Pekerjaan konstruksi proyek ini ditarget selesai 2023 mendatang. Setelah itu, langsung beroperasi. Diketahui, PT Alesco sejak 6 tahun lalu mulai melirik Bontang. Untuk menggelontorkan investasi. Tetapi terhambat di proses perizinan. Pun lahan yang sangat terbatas. Industri senilai 2 tahun APBD Bontang itu hanya mendapat 3 hektare lahan untuk membangun pabrik. Padahal idealnya pabrik butuh 30 hektare lahan. Pernah mendapat kesempatan dari wali kota Bontang kala itu, Adi Darma. Namun berganti rezim. Berganti pula kebijakannya. Alhasil stagnan. Jalan di tempat 5 tahun belakang. Setelah itu, penghujung 2020 kembali bergairah. Amdal dikantongi, begitupun dengan izin prinsipnya. Sekarang tinggal menunggu izin lainnya. Semoga tak berjalan di tempat lagi. Agar lokomotif pekerja kembali bergerak di Bontang. (wal/eny)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: