Ramuan Herbal

Ramuan Herbal

Saya pilih isolasi mandiri. Bukan karena takut karantina di rumah sakit atau tempat lain. Tapi atas saran dokter. Juga karena saya merasa masih banyak yang kondisinya lebih berat. Ketimbang saya.

Hampir sepekan ini saya terpapar Coronavirus Disease (COVID-19). Padahal, saya termasuk orang yang rajin menerapkan protokol kesehatan. Setiap keluar rumah,--mesti tak sesering sebelumnya, saya selalu pakai masker. Berusaha sebisa mungkin menjaga jarak, dan sering menyemprotkan hand sanitizer. Sebagai jurnalis yang mengampu desk olahraga, saya cukup paham menjaga tubuh tetap bugar. Rajin olahraga termasuk salah satu cara mencegah penyakit. Termasuk COVID-19. Untuk menjaga fisik agar tetap fit, setiap akhir pekan olahraga. Salah satunya jogging di sekitar rumah. Salah duanya, dan ini mungkin keteledoran saya: main futsal. Tapi saya dinyatakan positif setelah cukup lama tidak melakukan olahraga kelompok. Makanya, saya juga tidak tahu, di manakah gerangan virus itu menghinggapi saya. Dalam keseharian, saya juga tidak terlalu mobile. Tidak ada kompetisi membuat pergerakan juga berkurang. Paling banter dari rumah di Kelurahan Karang Rejo, stand by di Sekretariat KONI Balikpapan—Jalan Telaga Sari, Gunung Pasir. Apakah tertular dari situ? Entahlah. Yang jelas, teman-teman saya di sana sudah saya kabari tentang kondisi saya. Yang saya ingat, penurunan kondisi fisik saya rasakan hari Rabu 13 Januari lalu. Usai berbekam, badan terasa demam dan kepala pusing. Istri yang  membekam saya, sebenarnya kurang sehat, sejak dua hari sebelumnya. Tapi ia memaksa untuk membekam badan saya. Karena ia mengaku sudah membaik. Memang, sesaat usai dibekam, badan saya mulai segar. Tapi lama kelamaan menurun. Terasa capek.  "Ah, Paling biasa saja sehabis bekam begini, " kata saya membatin.  Sewaktu mau mandi sore. kaki baru disiram, rasanya kok menggigil. Akhirnya urung mandi. Sampai-sampai saya tanya istri. "Dek, bekam memang beginian ya. Kok ga enak badan ya,"  tanyaku. "Kan darah kotor keluar, jadi regenerasi," jawab istri. Saat itu, saya sebenarnya sudah curiga, istri tertular mertua yang sakit. Tapi belum berpikir itu COVID-19. Rumah kami bersebelahan saja dengan mertua. Di rumah sebelah, mertua tinggal bareng ipar dan istrinya juga dua anaknya. Awal yang sakit memang mertua, jadi istri intens merawat. Karena keseringan bolak-balik, jadi ikut tertular. Anak saya yang baru 10 bulan juga tertular. Demam dan rewel. Tapi berangsur membaik sampai sekarang sudah fit. Malam itu udara yang kurasakan mirip Dieng, Wonosobo. Akhirnya saya mulai mencari tahu gejala corona. Dari penelusuran di Google, hasilnya mulai dari demam, batuk kering, kelelahan. Itu gejala umum. Gejala tidak umumnya nyeri tenggorokan, rasa tidak nyaman, diare, konjungtivitis (mata memerah), hilangnya indra perasa atau penciuman, hingga sakit kepala. Ada pula gejala seriusnya seperti sesaknya nafas, nyeri dada, hingga sulitnya berbicara. Perlahan gejala-gejala itu mulai muncul. Setelah demam, keesokan harinya mulai batuk kering. Indra penciuman masih ada. Tapi sudah bisa tarik kesimpulan bahwa terkena COVID-19. Karena istri tidak ada indra penciuman. Hari ketiga atau Jumat, saya coba ke faskes. Sampaikan apa saja keluhannya. Akhirnya dikasih obat. Untuk batuk, radang, dan demam. "Kalau tiga hari tidak ada perubahan, bisa swab test atau rapid test antigen ya," ujar dokternya malam itu. Rupanya di malam yang sama, istri ipar saya rapid test antigen. Hasilnya positif. Sudah hakul yakin. Bahwa yang saya derita memang COVID-19. Pun dengan istri. Kekhawatiran kami cuma satu; anak kami. Alhamdulillah, mungkin dia punya sistem imun yang baik. Anak saya sehat, dan ceria kembali. Sejak Rabu itu sudah tidak keluar rumah. Karena demam disertai sakit kepala yang hebat. Masih menyanggupi ketik berita. Dan belum laporan ke atasan soal gejala ini. Ahad 17 Januari 2021, perubahan hanya tidak demam. Ditambah indra penciuman sudah mulai samar-samar. Esoknya baru rapid test antigen di klinik Balikpapan Baru. Badan masih tidak enak, tapi disanggupi saja berboncengan dengan istri dan si kecil. Saya dan istri saja rapid test antigen. Karena sudah menyimpulkan kalau kami berdua positif ya anak kemungkinan juga positif. Rapid test antigen ini baru-baru saja muncul. Sampel yang diambil yakni lendir pernafasan. Tekniknya sama dengan swab test. Sebelumnya sudah pernah swab sewaktu ada klaster pekerja media. Jadi sudah bisa mengira perihnya seperti apa. Akurasi hasil rapid test antigen ini hingga 98 persen. Butuh waktu setengah jam dari pengambilan sampel untuk tahu hasilnya. Dugaan ternyata benar. Hasilnya positif. Disampaikan dokter klinik bahwa harus isolasi mandiri selama 10 hari sejak keluarnya rapid test antigen. Hari ke-13 baru bisa rapid test lagi atau swab test. Saat itu, Senin 18 Januari. Berarti sudah bisa test kembali setelah 28 Januari. Pertama pasti ada syok. Tapi tidak berlebihan. Sadar saja bahwa penyakit ini memang ada. Virus itu memang mesti kita yakini ada wujudnya. Meskipun tak terlihat. Sejak itu saya dan istri konsumsi herbal Qutus Al Hindi. Sejenis bubuk kayu. Karena memang kayu dari pegunungan Himalaya. Beberapa teman dan keluarga memang rekomendasikan minum itu. Tiga kali sehari. Rasanya puahitt (pahit), jadi mesti dicampur dengan madu. Takarannya satu sendok teh Qutus Al Hindi dicampur dengan sekira 200 ml air panas. Kemudian campur dengan madu sesuai selera saja. Selain itu, saya juga terapi minyak kayu putih. Tisu digulung kecil kemudian kedua ujungnya dibasahi minyak kayu putih. Masukan ke dalam lubang hidung. Hingga mentok. Cara ini cukup membantu melegakan pernafasan. Kadang disertai bersin. Sekarang sudah sepekan. Tidak demam, tidak sakit kepala. Hanya batuk saja dan indra penciuman yang belum kembali. Tidak lupa untuk laporan dengan dokter puskesmas setempat. Nanti bisa konsultasi dan diberikan resep obat. Terpenting selama isolasi mandiri menjalankan protokol kesehatan. Menggunakan masker yang utama. Setiap hari mesti diganti. Harus kita sadari bahwa ini semua kehendak Allah. Semoga bisa jadi pelajaran untuk teman-teman yang masih beraktivitas. Mohon doanya. (*wartawan Disway Kaltim/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: