Beli 8 Mobil Dinas, Akademisi: Pemkot Bontang Tidak Peka
Bontang, nomorsatukaltim.com – Kebijakan tak populer Pemkot Bontang berbelanja 8 unit mobil seharga total Rp 3,6 miliar dikritisi oleh akademisi. Bukan perkara ketidaksesuaian saat pengadaannya. Tapi karena belanja mobil di masa pagebluk. Bukanlah kebijakan yang bijak.
Memang harus diakui. Peremajaan mobil dinas itu sah-sah saja. Karena jika kendaraan operasional yang ada saat ini sudah tak layak pakai. Maka menggantinya dengan mobil baru adalah langkah tepat. Agar kinerja aparatur pemerintah bisa berjalan prima.
Tapi jika menilik jenis mobil yang dibelanjakan pemkot. Rata-rata jenis mobil untuk kalangan menengah ke atas. Menilik laman sirup.lkpp.go.id diketahui total ada 8 mobil baru yang dibeli Pemkot Bontang di tahun anggaran 2020 ini.
Ketujuh OPD yang belanja itu di antaranya, Badan Pengelolaan, Aset dan Keuangan Daerah (BPKD) belanja 2 unit mobil senilai Rp 616 juta.
Lalu ada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang kantornya bersebelahan saja dengan BPKD. Bapenda beli mobil double cabin 4x4 satu unit harganya Rp 470 juta.
Kantor Sekretariat Daerah juga membeli. Tapi bukan untuk mobil wali kota maupun wakilnya. Melainkan mobil dinas sekretaris daearah jenis CRV seharga Rp 500 juta.
Lalu Inspektorat Daerah membeli 1 unit harganya Rp 402 juta. Kemudian, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) membeli 1 unit mobil inova seharga Rp 358 juta.
Kemudian, Dinas Kesehatan (Diskes) untuk mobil di RSUD Bontang juga membeli 1 unit seharga Rp 700 juta.
Dan terakhir Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) juga ikutan membeli mobil operasional alokon senilai Rp 586 juta.
Akademisi dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengkritisi sikap pemerintah yang dinilainya tidak etis itu. Castro –sapaannya- bilang, seharusnya Pemkot Bontang lebih peka. Di masa pandemi seperti ini, harusnya lebih memprioritaskan keselamatan warga dari wabah. Dan membuat rangsangan ekonomi kerakyatan. Bukan malah beli mobil dinas baru.
Apalagi nilainya fantastis. Apabila disalurkan ke masyarakat bisa menanggulangi dampak dari pagebluk COVID-19 itu.
"Pemerintah terkesan tidak memiliki sense of crisis. Ibarat menari di tengah penderitaan masyarakat yang secara ekonomi terpuruk akibat terdampak pandemi COVID-19," ujar Dosen Fakultas Hukum Unmul ini.
Terlepas perlu adanya kendaraan operasional baru di beberapa dinas. Menurut Castro, hal itu bukanlah prioritas. Karena yang paling utama adalah membelanjakan uang daerah ke hal-hal yang berdampak ke masyarakat secara langsung.
"Mestinya prioritas utama sekarang, termasuk alokasi dan peruntukkan anggaran, harus benar-benar diarahkan kepada program yang berkaitan dengan kepentingan kolektif publik, khususnya dalam rangka penangangan pandemi," pungkasnya. (wal/ava)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: